Pengusaha Masker Kain Cuan hingga Rp 200 Juta/Bulan, Ini Kisahnya

Pengusaha Masker Kain Cuan hingga Rp 200 Juta/Bulan, Ini Kisahnya

Inkana Putri - detikFinance
Sabtu, 16 Jan 2021 16:40 WIB
kamalika art prints
Foto: Dok. Instagram/@kamalikaartprints
Jakarta -

Sejak awal mewabahnya COVID-19 di Indonesia, masker seakan jadi alat pelindung diri (APD) yang tak terpisahkan dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Bahkan di awal pandemi, Badan Pusat Statistik mencatat masker menjadi salah satu barang yang mengalami peningkatan ekspor, yakni US$ 72 juta pada Februari 2020.

Tingginya permintaan masker di awal pandemi sempat membuat stok masker medis sulit ditemukan. Beberapa perusahaan dan UMKM pun mulai membuat masker kain dengan beragam motif dan warna untuk mengatasi lonjakan ini.

Dalam waktu singkat, masker kain menjadi populer di masyarakat dan berbagai marketplace. Bahkan, tak jarang masyarakat yang kini menjadikan masker kain sebagai salah satu penunjang fashion sehari-hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Popularitas masker kain pun dimanfaatkan oleh salah satu ilustrator dan seniman Winarti Handayani sekaligus founder Kamalika Artprints. Winarti yang sebelumnya memproduksi tote bag, pouch, kartu, dan wall art dengan cetakan ilustrasi gambar, akhirnya ikut memproduksi masker kain.

"Orang-orang semacam berburu (masker), (misalnya) mereka punya 30 item pakaian, dan pengen punya masker yang cocok sama semua pakaiannya, jadi mereka beli masker gila-gilaan. (Sebelumnya), saya nggak nyangka akan kayak gini," ujar Winarti dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/01/2020).

ADVERTISEMENT

Sebelum memproduksi masker kain, Winarti bercerita awalnya ia hanya menawarkan produk seperti kartu, kertas kado dan alat tulis. Namun, karena banyak masyarakat Indonesia yang tidak gemar menulis, akhirnya ia memiliki ide untuk membuat item wearable seperti tas dan pouch di tahun 2013.

"Sekarang saya lebih sering bikin tas dan pouch daripada kartu. Tapi pas Natal, (biasanya) banyak orang yang beli kartu," ungkapnya.

"Dan pas natal, kita juga menawarkan banyak produk rumahan, seperti sarung bantal dan taplak meja," imbuhnya.

Ia mengatakan sejak Kamalika Artprints berdiri di tahun 2011, ia selalu menggelar pameran koleksi Natal & Tahun Baru setiap tahunnya. Namun, di tahun 2020, Winarti tidak menawarkan koleksinya karena menjual semua sisa koleksi natal sebelumnya.

Kamalika ArtprintFoto: Dok. Instagram/@kamalikaartprints

Dalam memasarkan bisnisnya, Winarti membuka dua gerai Kamalika Artprints di Jakarta dan dua gerai lainnya di Bali. Ia pun juga telah memanfaatkan webstore sejak 2014, namun ia mengaku belum banyak orang yang tertarik belanja melalui webstore.

Meskipun demikian, Winarti masih mempertahankan toko offline miliknya, meski salah satu toko di Bali sudah tidak buka lagi. Ia mengatakan melalui toko offline, ia dapat mengakomodasi pelanggan yang ingin melihat barang secara langsung atau menukar barang yang sudah dibeli.

"Terkadang pelanggan lebih memilih untuk menukar barang di toko fisik," katanya.

Bertepatan dengan peluncuran toko offline Kamalika Artprints di Tokopedia, Winarti juga mulai memperbanyak item wearable dengan memproduksi masker kain.

Menariknya, di awal produksi, maskernya telah mendapat banyak tanggapan positif. Bahkan, ia mengaku sempat kewalahan karena banyaknya permintaan, di tambah saat itu Winarti hanya mempekerjakan tim kecil.

Mengingat banyaknya permintaan masker, Winarti akhirnya memberlakukan sistem pre-order dan hanya menerima orderan sesuai dengan jumlah yang mampu diproduksi oleh tim.

"Tapi banyak yang mengeluh, karena hanya dalam hitungan menit slot pre-order sekitar 200 buah sudah penuh," katanya.

Oleh karena itu, ia pun memutuskan untuk membuka pre-order selama 24 jam untuk melihat jumlah pesanan yang masuk. Hanya dengan tiga desain masker pada saat itu, ia bisa mendapatkan total 750 transaksi dalam satu hari.

Kamalika ArtprintFoto: Dok. Instagram/@kamalikaartprints

Melihat antusias ini, Winarti yang awalnya hanya memiliki 4 penjahit kini memiliki 6 pekerja khusus untuk menangani masker. Sementara itu, karyawan lainnya dipekerjakan khusus untuk mengurus pesanan tas dan pouch.

"Saya juga merekrut karyawan baru untuk posisi admin yang mengurusi order yang diterima melalui Tokopedia," tambahnya.

Melalui Tokopedia, Winarti mengatakan penjualan kini melonjak, bahkan lebih tinggi dari sebelum pandemi. Ia menjelaskan lewat penjualan di Tokopedia, dirinya bisa menghasilkan sekitar Rp 180 - Rp 200 juta per bulan.

Ia mengatakan jumlah tersebut meningkat drastis dibandingkan dengan periode sebelum pandemi. Adapun saat itu rata-rata penjualan dari setiap toko offline-nya hanya berkisar Rp 50 - 60 juta per bulan.

"Selalu ada orang yang membeli masker setiap hari. (Masker) adalah salah satu item terlaris di Tokopedia," pungkasnya.

(akd/hns)

Hide Ads