Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengakui kedelai lokal lebih murah dan lebih bergizi daripada kedelai impor. Akan tetapi, banyak hal jadi pertimbangan perajin tahu-tempe lebih memilih pakai kedelai impor ketimbang yang lokal.
"Kedelai lokal itu sesungguhnya gizinya, proteinnya, kalorinya dan lain-lain lebih bagus dari kedelai impor, lebih harum, lebih ini dan lain sebagainya. Sebetulnya kalau bicara harga sekarang kedelai lokal itu juga lebih murah," ujar Aip dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (20/1/2021).
Namun, meski lebih murah dan lebih unggul, kedelai impor yang sampai ke perajin selalu datang dalam keadaan kotor, sehingga perajin jadi harus punya waktu ekstra untuk membersihkannya. Padahal, perajin butuh produksi tahu-tempe dengan cepat setiap harinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedelai lokal itu kotor, di situ di dalam karungnya itu ada tanah, ada ranting, daun, ada lain-lain sebagainya. Kalau kedelai impor, tinggal pakai lah," sambungnya.
Selain itu, bentuk dari kedelai lokal tidak seragam. "Biji dari kedelai lokal itu tidak standar, itu ada yang besar, kecil, ada yang ini. Jadi karakteristik kedelai lokal ini lebih bagus kalau dibikin menjadi tahu saja," tambahnya.
Lalu, kedelai lokal juga tak selalu ada. Padahal perajin tahu-tempe harus produksi setiap hari.
"Kedelai lokal itu tidak selalu ada, padahal kami itu tiap hari atau harus produksi, jadi kalau kami produksi kedelai sekarang tiba-tiba besoknya tidak ada ini jadi bingung akhirnya rusaklah produksi kami tahu dan tempe kami," terangnya.
Terakhir, hasil olahan 1 kg kedelai lokal tidak sebanyak kedelai impor. Sehingga, kedelai impor dianggap lebih menguntungkan.
"Kedelai impor 1 kg saja dibikin tempe itu menjadi 1,6-1,8 kg tempe, tapi kalau kedelai lokal itu dibikin itu cuma 1,4-1,5 kg jadi mengembangnya berbeda. Sedangkan masyarakat kan tidak mengerti ini, jadi menurut kami lebih menguntungkan," timpalnya.