Beda Pernyataan Trenggono dengan Anak Buahnya soal Larangan Cantrang

Beda Pernyataan Trenggono dengan Anak Buahnya soal Larangan Cantrang

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 27 Jan 2021 15:48 WIB
Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono
Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono/Foto: Herdi Alif Al Hikam
Jakarta -

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menegaskan kementeriannya belum pernah mengizinkan cantrang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) sejak aturan baru disahkan.

Aturan baru yang dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas. Aturan itu diundangkan pada 30 November 2020 yang salah satu di dalamnya melegalkan cantrang.

"Terhadap cantrang khususnya di Permen (Nomor) 59 saya sudah cek, Pak Zaini (Plt Dirjen Perikanan Tangkap) mengatakan sampai hari ini KKP belum pernah mengizinkan cantrang," kata Trenggono dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (27/1/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Trenggono mengatakan saat ini aturan soal cantrang juga masih ditunda (hold) dan tidak diberlakukan. Aturan itu ada karena sudah terlanjur disepakati pada 2020, sedangkan dirinya belum mengkaji semua kegiatan yang ada di KKP.

"Yang pasti program 2021 sudah given sementara ini, yang itu akan saya jalankan dengan baik. Sampai hari ini juga kami masih menunda Permen Nomor 59. Itu setelah saya cek melalui satu proses yang sangat panjang bahkan termasuk di pemerintahan," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Pernyataan yang dikatakan Trenggono berbeda dengan apa yang disampaikan anak buahnya, Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini pada 22 Januari lalu.

Saat itu Zaini mengatakan cantrang diperbolehkan dengan persyaratan seperti harus menggunakan square mesh window pada bagian kantong. Agar ketika ditarik, ikan-ikan kecil yang terjaring masih bisa lolos.

"Sebelumnya dilarang karena panjang jaring, panjang kantong, dan panjang tali selambar banyak manipulasi dan tidak sesuai dengan yang ada di SNI kita. Ini jadi masalah, sehingga harus kita tertibkan dengan beberapa aturan yang ada (sesuai SNI)," kata Zaini.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Kapal yang menggunakan cantrang juga dibatasi hanya di daerah penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 dan 712. Bagi kapal di bawah 10-30 GT, hanya boleh beroperasi di jalur II dengan jarak 4-12 mil laut. Sedangkan bagi kapal di atas 30 GT hanya boleh di jalur III dengan jarak lebih dari 12 mil laut.

"Pengaturan jalur untuk cantrang hanya boleh beroperasi di jalur II dengan kedalaman lebih dari 4-12 mil laut dan jalur III lebih dari 12 mil laut. Tidak pernah kita memberikan izin atau relaksasi peraturan cantrang untuk beroperasi di jalur I, jalur I itu steril dari alat cantrang ini," jelasnya.

Zaini mengatakan ada 6.800 kapal yang tercatat menggunakan alat tangkap cantrang. Jumlah itu berasal dari beragam ukuran kapal, baik yang di atas 30 GT maupun yang berukuran di bawah 30 GT.

"Sampai hari ini data yang ada di kami (kapal) cantrang ini jumlahnya total hampir rata-rata mungkin 7.000 lebih. Yang tercatat di kami sudah 6.800, belum lagi yang tidak tercatat yang kecil-kecil," kata Zaini.

Dari jumlah kapal itu, ada ratusan ribu nelayan kecil di baliknya yang dianggap sangat bergantung dengan cantrang untuk tangkap ikan. Mereka yang menggunakan cantrang itu disebut kondisinya sangat memprihatinkan selama alat tangkap itu dilarang.

"Nelayan yang terlibat di cantrang ini sebanyak 115.000 orang lebih karena ada keluarganya yang harus dinafkahi. Dari 115.000 orang ini adalah bukan pemilik (kapal), tapi nelayan buruh yang ada ada di atas kapal 5 GT bahkan 100 GT sekali pun itu adalah nelayan buruh yang tergantung pada hasil tangkapan mereka yang hidupnya tidak lebih baik, bahkan buruk," ucapnya.


Hide Ads