Dia pun mengungkapkan proses administrasi pertanggungjawaban setiap anggaran yang dipakai oleh Kementerian/Lembaga (K/L) tidak rumit. Menurut dia, banyak instansi yang tetap melaksanakan program penanganan COVID-19.
"Jadi sebenarnya ndak rumit, toh yang lain juga jalan tuh, ndak apa-apa juga, yang penting ada niat, bahwa ini akan menyelenggarakan dengan baik, karena sebenarnya pertanggungjawaban seperti ini tidak formal semata-mata tetapi pertanggungjawabannya lebih materiil, sehingga saya katakan atau saya mendapat jaminan dari KPK jalan saja pak kami jamin ndak ada apa-apa asal benar-benar dikelola dengan baik, dengan benar," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bukan mencari-cari cara untuk korupsi. Karena kalau sudah mencari-cari cara, kami sudah benarkan secara materiil KPK turun tangan, pak Firli turun tangan dan itu yang terjadi," tambahnya.
Baca juga: Cara Cek BLT Ibu Rumah Tangga, Simak Ya Bun |
Dapat diketahui, KPK menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan Corona. KPK mengatakan, dalam transaksi haram ini, disepakati fee sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket.
"Untuk fee tiap paket Bansos disepakati oleh MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bantuan sosial," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) merupakan pejabat pembuat komitmen dalam proyek bantuan Corona yang ditunjuk langsung oleh Mensos Juliari Batubara. Kemudian, Firli mengatakan Matheus Joko Santoso dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian (AIM), Harry Sidabuke (HS), dan PT RPI, yang diduga milik Joko Santoso sendiri. Penunjukan PT RPI itu diduga diketahui oleh Juliari Batubara dan Adi.
(hek/fdl)