Lingkaran Setan Bisnis Kedelai, Berapa Pajak Mobil Ayu Ting Ting?

Round-Up Berita Terpopuler

Lingkaran Setan Bisnis Kedelai, Berapa Pajak Mobil Ayu Ting Ting?

Tim detikcom - detikFinance
Minggu, 07 Feb 2021 21:21 WIB
Para perajin tahu dan tempe yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Gakoptindo) mendapatkan jatah impor kedelai sebesar 125.000 ton di 2013. Jumlah ini jauh lebih besar dari perhitungan awal yang hanya diberikan 20.000 ton. (Foto: Rachman Haryanto/detikFoto)
Foto: Rachman Haryanto


2. Pajak Mobil Ayu Ting TIng

Banyak orang tentu berminat untuk memiliki MINI Cooper seperti yang dimiliki Ayu Ting Ting. Namun, jika Anda berminat memiliki mobil tersebut maka harus siap membayar pajaknya.

Seperti diketahui Ayu Ting Ting mengendarai MINI Cooper Convertible berkelir orange. Mengutip info pajak kendaraan bermotor (pkb) Dirlantas Polda Metro Jaya, MINI Cooper yang digunakan Ayu Ting Ting saat terjaring operasi ganjil genap merupakan lansiran tahun 2016.

Melirik pajak tahunannya, ternyata tiap tahun perlu merogoh kocek Rp 12.636.800 ditambah SWDKLJJ Rp 143.000 dengan total Rp 12.506.800. Status pajaknya masih hidup hingga 22 Desember 2021, dan nilai jual Rp 471 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui mobil Ayu Ting Ting melaju ke arah Bogor pada Sabtu lalu (6/2/2021). Ia kemudian diharuskan berputar balik karena pelat mobil Ayu Ting Ting bernomor ganjil. Mulai pekan ini, Bogor memang menerapkan ganjil genap di akhir pekan.

3. Fenomena Hotel Dijual

Fenomena hotel dijual marak belakangan ini. Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, itu merupakan langkah terakhir lantaran pengusaha sudah tak memiliki amunisi untuk bertahan diterpa pandemi virus Corona (COVID-19).

ADVERTISEMENT

"Memang betul itu menjadi langkah terakhir bagi pelaku usaha jika mereka sudah tidak bisa bertahan," katanya kepada detikcom, Minggu (7/2/2021).

Situasi pandemi, dijelaskannya memang sangat rumit bagi pelaku usaha hotel karena bisnis tersebut sangat membutuhkan pergerakan manusia untuk mendapatkan konsumen. Sementara, pergerakan orang dibatasi oleh pemerintah dengan alasan untuk menekan laju penularan virus Corona.

Sayangnya, kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat itu tak dibarengi dengan kebijakan yang meringankan beban pelaku usaha. Misalnya saja pemerintah daerah yang masih mencekik pengusaha hotel dengan pungutan pajak.

"Daerah itu memang sense of crisis-nya nggak ada. Jadi mereka tetap mengejar (pajak)," lanjut Maulana.

Beberapa pemerintah daerah memang sudah memberikan diskon pajak untuk meringankan beban pengusaha hotel. Namun itu diakui tidak cukup membantu.

Pihaknya pun sudah berbicara dengan pemda. Tahun lalu, pengusaha hotel sudah meminta pungutan pajak daerah ditunda dan akan dibayarkan di 2021. Itu dengan asumsi bahwa tahun ini situasinya sudah membaik.

Namun, situasi saat ini dinilai bukannya lebih baik malah makin buruk. Untuk itu, pihaknya ingin agar pajak-pajak daerah ditanggung pemerintah.

"Ya harusnya (pajaknya ditanggung pemerintah) begitu karena kan pemerintah bisa mengevaluasi berdasarkan data," tambahnya.


(dna/dna)

Hide Ads