4 Perbedaan Pendapat Buwas-Pengusaha soal Pemicu Kedelai Mahal  

4 Perbedaan Pendapat Buwas-Pengusaha soal Pemicu Kedelai Mahal  

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 08 Feb 2021 20:30 WIB
Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso
Foto: Vadhia Lidyana
Jakarta -

Harga kedelai yang melonjak drastis dari kisaran Rp 6.100-6.500/Kg menjadi Rp 9.500/Kg masih disorot. Kenaikan itu menyebabkan harga tahu dan tempe juga ikut naik.

Menurut Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas, ada lingkaran setan kartel importir kedelai yang menyebabkan harga kedelai mahal di Indonesia. Namun, pendapat Buwas berbeda dengan Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan yang merupakan asosiasi importir kedelai.

Berikut 5 poin yang berbeda di antara pendapat kedua orang tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Rantai Distribusi yang Berlapis

Buwas mengatakan, penyebabnya harga kedelai mahal di Indonesia adalah lingkaran setan kartel-kartel importir kedelai.

ADVERTISEMENT

"Kalau kita bicara bagaimana masalah jagung atau kedelai? Ya itu akar masalahnya, ada lingkaran setan yang sulit kita basmi kecuali bersama-sama," ungkap Buwas dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/2/2021).

Lingkaran setan itu berwujud distribusi kedelai yang berlapis-lapis, sehingga ongkos pengiriman kedelai tinggi, dan akhirnya masyarakat dibebani dengan harga yang mahal. Terutama untuk produk tahu dan tempe yang selalu menjadi makanan sehari-hari rakyat Indonesia.

"Kenapa bisa mahal? Teman-teman bisa lihat, akar masalahnya karena kartel terlalu banyak, birokrasi terlalu panjang. Satu ke satu semua pakai biaya yang kita istilahkan ini satu wujud korupsi sebenarnya. Tapi hasil atau beban korupsi dibebankan ke masyarakat/konsumen," kata Buwas.

2. Bulog Tak Bisa Impor Kedelai

Sebenarnya, Bulog punya tugas menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga kedelai. Tugas itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum BULOG Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Sayangnya, Buwas mengaku saat ini tugas itu tak bisa dijalankan, termasuk juga impor kedelai.

Buwas mengatakan, para perajin tahu dan tempe seringkali menanyakan Bulog yang tak pernah mengimpor kedelai.

"Kalau secara regulasi harusnya Bulog yang punya kewenangan, padi, jagung, kedelai. Bahkan asosiasi perajin tahu dan tempe sudah ketemu saya berkali-kali. Pak Dirut kenapa tidak impor kedelai sehingga kita ini betul-betul dinaungi dan terjamin untuk produksi tahu dan tempe di seluruh Indonesia? Saya bilang maunya juga gitu, persoalannya saya tidak bisa impor kecuali ada penugasan. Nah mereka baru tahu itu bahwa Bulog tidak bisa otomatis impor, meski secara regulasi beras, jagung, kedelai itu kewenangan Bulog," papar dia.

3. Harga Kedelai Terbuka, Tak Bisa Dimainkan Importir

Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan menepis masalah lingkaran setan tersebut.Dia menjelaskan, kedelai merupakan komoditas internasional. Bahkan, pergerakan harganya diumumkan setiap hari melalui bursa komoditas.

"Kedelai itu komoditi internasional dua kali diumumkan harganya di Chicago, pagi dan sore. Jadi harganya itu langsung terbuka secara internasional," paparnya kepada detikcom, Minggu (7/2/2021).

Dia mengatakan, harga kedelai berbeda dengan cabai dan bawang. Menurutnya, harga kedelai yang terbuka itu tidak mudah dimainkan oleh para importir.

"Itu beda kerena cabai dengan bawang tidak masuk komoditas internasional, kalau kedelai komoditas internasional tidak bisa importir seenaknya spekulasi menaikkan harga, dia ketahuan harganya, bisa dikalkulasi," ungkapnya.

"Jangankan itu, perajin bisa mengkalkulasikan harga impor, perajin kedelai itu tahu tempe," tambahnya.

4. KPPU Pernah Turun Tangan

Yusan melanjutkan, pada tahun 2013-2014 lalu Komisi Pengawas Persaingan Harga (KPPU) pernah turun tangan menangani masalah harga kedelai. Kala itu, Amerika dan Amerika Latin tengah dilanda kekeringan yang menyebabkan gagal panen dan mengerek harga kedelai internasional.

Dia bilang, masalah kartel yang juga dituduhkan pada saat itu juga tidak terbukti. "Sempat diproses KPPU tapi tidak terbukti kan," pungkasnya.


Hide Ads