Pemerintah mulai menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala desa/kelurahan atau PPKM Mikro per hari ini, Selasa (9/2/2021). Akan tetapi, pemerintah pusat tidak mengatur sanksi bagi pelanggar PPKM Mikro tersebut.
Sanksi itu diserahkan kepada masing-masing kepala desa atau kelurahan. Lantas, apakah pelonggaran aturan semacam itu bisa menekan kasus COVID-19?
Menurut Ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet tanpa sanksi yang tegas justru membuat kebijakan PPKM itu tidak efektif. Mengingat, dengan sanksi tegas yang selama ini sudah diterapkan, masih banyak masyarakat yang melanggar protokol kesehatan. Akibatnya, tetap sulit untuk membendung pertumbuhan kasus COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti yang kita tahu bersama dengan kebijakan PPKM (Mikro) dan PSBB eksisting saja, meskipun sudah ada sanksi yang jelas tapi masih banyak kita temukan masyarakat yang melanggara protokoler kesehatan, sekarang dengan tanpa ikatan punishment, proses penegakan berpotensi akan relatif lebih sulit untuk ditegakan," ujar Yusuf kepada detikcom, Selasa (9/2/2021).
Jika angka kasus COVID-19 terus meningkat, sambung Yusuf, tentu proses pemulihan ekonomi akan jadi lebih lambat dari yang diharapkan.
"Jadi harapan agar ekonomi bisa pulih dengan melonggarkan PPKM ini tentu berpotensi akan relatif sulit tercapai terutama di kuartal I-2021," katanya.
Dampak dalam jangka pendek ini, ekonomi kuartal I-2021 diperkirakan bakal tetap berada di level negatif.
"Ada potensi dengan penerapan yang lebih longgar, ekonomi di kuartal I-2021 akan berada di level negatif. Semua orang telah memproyeksikan hal ini. Hanya saja menurut saya, kontraksinya bisa lebih dalam dari yang diproyeksikan. Menurut saya ada potensi ekonomi bisa terkontraksi hingga -2%," timpal Yusuf.
PPKM Mikro bikin ekonomi pulih lebih lama? klik halaman selanjutnya.
Tonton Video: PPKM Mikro Berlaku, Apa Saja Batasannya?