Ada Aroma Suap, Ini 5 Fakta Garuda Putus Kontak Pesawat Bombardier

Ada Aroma Suap, Ini 5 Fakta Garuda Putus Kontak Pesawat Bombardier

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 11 Feb 2021 19:00 WIB
Foto pesawat Bombardier Garuda Indonesia
Foto: Istimewa via CNBC Indonesia
Jakarta -

Menteri BUMN Erick Thohir meminta PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1000. Garuda diminta untuk mengakhiri kontrak operating lease pada Nordic Aviation Capital (NAC) yang jatuh tempo pada 2027.

Latar belakang putus kontrak ini ialah untuk efisiensi hingga dugaan kasus suap pabrikan. Berikut faktanya:

1. Biaya Pesawat Tinggi

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erick Thohir mengatakan, keputusan tersebut diambil sebagai bentuk efisien yang dilakukan Garuda Indonesia. Sebab, Garuda merupakan salah satu maskapai yang mengeluarkan biaya tinggi untuk pesawat.

"Jadi efisiensi menjadi kunci, efisiensi di segala lini. Yang tidak kalah pentingnya dari data-data kita lihat bahwa Garuda itu salah satu perusahaan penerbangan yang leasingnya paling tinggi dunia, cost daripada leasingnya 27%," katanya dalam konferensi pers, Rabu (10/2/2021).

ADVERTISEMENT

"Saya dengan tegas, Pak Irfan (Dirut Garuda) hadir di sini, Pak Irfan dengan manajemen sangat mendukung kita memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ 1000 untuk mengakhiri kontrak kepada Nordic Aviation Capital (NAC) yang jatuh temponya 2027," paparnya.

2. Dugaan Suap

Erick menambahkan, keputusan untuk mengembalikan pesawat itu juga menimbang tata kelola perusahaan yang baik.

"Di mana juga melihat dari keputusan KPK Indonesia dan penyelidikan Serious Fraud Office Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan tahun 2011," terangnya

3. Garuda Rugi Rp 420 M/Tahun

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, Garuda Indonesia mengalami kerugian US$ 30 juta per tahun atau setara Rp 420 miliar (kurs Rp 14.000). Garuda telah memanfaatkan pesawat tersebut kurang lebih 7 tahun.

"Memang tidak dapat dipungkiri bahwa selama 7 tahun kita mengoperasikan ini di setiap tahun itu secara rata-rata kita mengalami kerugian penggunaan pesawat CRJ ini lebih dari US$ 30 juta per tahun. Sementara sewa pesawatnya sendiri di angka US$ 27 juta dolar," kata Irfan.

"Jadi kita sudah mengeluarkan setiap tahun sewa pesawat US$ 27 juta dolar untuk 12 pesawat tersebut, tetapi kita mengalami kerugian lebih dari US$ 30 juta," katanya.

4. Negosiasi Dicuekin

Erick Thohir menyebut, Garuda telah melakukan negosiasi berkali-kali untuk mengakhiri kontrak tersebut. Namun, Garuda tidak mendapat respons alias dicuekin. Oleh karena itu, Garuda mengambil sikap dengan mengakhiri kontrak secara sepihak.

"Negosiasi kita lakukan tetapi tentu negosiasi yang dicuekin, atau hanya bertepuk sebelah tangan, ya kita juga bisa tepuk tangan sendiri. Kita ambil posisi," katanya.

Erick menjelaskan, pengembalian pesawat tersebut sebagai bentuk efisiensi Garuda. Apalagi, Garuda mengalami pukulan yang berat karena pandemi COVID-19. Hal itu ditambah dengan adanya kasus hukum menjerat pabrikan pesawat tersebut.

"Tentu kesalahannya tadi sudah disampaikan juga ada proses kasus hukumnya, di mana KPK sudah terjun tapi juga di luar negeri kasus ini terus dieksplorasi. Jadi landasan hukum kuat di sini," katanya.

5. Garuda Siap Konsekuensi

Irfan menuturkan, pihaknya telah melakukan negosiasi berkali-kali untuk mengakhiri kontrak. Tapi, Garuda tidak mendapatkan respons yang baik.

"Oleh sebab itu kami sampaikan mulai 1 Februari kemarin kami memutuskan untuk secara sepihak menghentikan kontrak dengan CRJ dan mengembalikan 12 CRJ ini ke NAC," katanya.

"Kami tentunya manajemen menyadari penghentian secara sepihak ini akan menciptakan konsekuensi-konsekuensi terpisah. Namun demikian secara profesional kami menyatakan ke Pak Menteri (Erick Thohir) juga pihak-pihak lain bahwa kami siap menangani konsekuensi tersebut secara profesional," katanya.

Sebagai tambahan, status pesawat tersebut saat ini berada di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Status pesawat dikandangkan atau grounded dan tidak digunakan sejak 1 Februari 2021.


Hide Ads