Wakil Ketua MPR Usul RUU Bank Makanan Jadi Bahasan Prioritas

Wakil Ketua MPR Usul RUU Bank Makanan Jadi Bahasan Prioritas

Abu Ubaidillah - detikFinance
Senin, 22 Feb 2021 19:21 WIB
Hidayat Nur Wahid
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua MPR yang juga Anggota Komisi VIII DPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menyiapkan Rancangan Undang-undang (RUU) Bank Makanan. Menurutnya RUU ini diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan membantu negara, terutama setelah ia melihat data Food Sustainability Index (FSI) 2020.

Dalam data tersebut disebutkan indeks pangan Indonesia berada di titik rendah, bahkan dikabarkan di bawah Zimbabwe dan Ethiopia. RUU ini juga diharapkan dapat membantu rakyat yang kesusahan secara sosial dan ekonomi akibat COVID-19 dengan meningkatkan solidaritas dan gotong royong sesama rakyat melalui kegiatan bank makanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Data Food Sustainability Index 2020 sebut Indonesia bahkan di bawah Zimbabwe dan Ethiopia. Tentu itu sangat mengkhawatirkan. Bagaimana mungkin negara Indonesia yang dikenal sangat subur dan alamnya kaya raya, justru sebagaimana dinyatakan oleh Rektor IPB Prof Arif Satria ketahanan pangan Indonesia berada di bawah posisi beberapa negara Afrika termasuk Ethiopia?" ujar HNW dalam keterangannya, Senin (22/2/2021).

Ia berharap pemerintah mengambil langkah serius untuk menangani persoalan tersebut. Apalagi menurutnya pemerintah diwajibkan oleh pembukaan UUD NRI 1945 untuk melindungi dan memakmurkan seluruh Bangsa Indonesia. Pasal 34 ayat (1) UUD NRI 1945 menyebut tugas negara adalah untuk memelihara dan peduli terhadap warganya yang fakir miskin.

ADVERTISEMENT

"Tentu dengan menghadirkan beragam usaha dan solusi legal yg memungkinkan para fakir miskin terbantu, antara lain dengan suksesnya kegiatan Bank Makanan itu," imbuhnya.

Ia menilai RUU Bank Makanan bisa menjadi pelengkap revisi UU Pangan yang akan mengatur tata kelola pangan lebih baik dan berkelanjutan. Menurutnya RUU Bank Makanan ini fokus kepada cara menjawab persoalan mengenai food loss and food waste (makanan terbuang) yang merupakan salah satu indikator Food Sustainability Index.

"Sangat disayangkan, bahkan pada 2016 dan 2017, the Economist Intelligence Unit juga mengabarkan bahwa Indonesia adalah negara paling mubazir kedua se-dunia. Ironisnya, pada sisi yang lain angka kemiskinan di Indonesia terus bertambah, dan utang negara juga makin menggunung," tukasnya.

Ia juga mengapresiasi hadirnya lembaga-lembaga food bank di Indonesia yang mengelola makanan berlebih agar tidak menjadi food waste. Sehingga makanan tersebut masih bisa dikonsumsi oleh yang membutuhkan dan mengurangi faktor pemubaziran makanan dan bisa membantu warga dengan makanan yang layak serta masih bergizi.

"Praktek bank makanan semacam ini sudah berlaku di banyak negara, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Dan di Indonesia, sudah bermunculan lembaga-lembaga sejenis. Tetapi belum ada payung hukum yang spesifik melindungi kegiatan mereka yang sangat bermanfaat. Agar kegiatan bank makanan yang sangat membantu dan selama ini sudah mereka lakukan tidak terhambat akibat ketiadaan payung hukum," tuturnya.

Ia mengaku memperoleh dukungan dari konstituennya, yaitu warga negara Indonesia di Amerika Serikat ketika serap aspirasi secara virtual pada Sabtu (20/2). Ia mengaku telah berdiskusi lebih mendalam dan secara intens terkait hal tersebut, dan meminta agar para konstituen memberikan masukan berupa hal-hal positif terkait aturan hukum serta praktek bank makanan di negara mereka tinggal.

Ia juga berharap agar RUU Bank Makanan ini bisa memperoleh masukan lebih luas. Menurutnya RUU ini bertujuan untuk mendukung perkembangan bank makanan di Indonesia dengan memberikan perlindungan secara hukum kepada donatur makanan dan aktivis pengelola bank makanan serta lembaga pengelola kegiatan sosial ini.

Selain itu, juga bertujuan untuk memberikan insentif kepada perusahaan makanan, toko retail, restoran yang mendonasikan makanan berlebihnya yang masih layak konsumsi kepada lembaga-lembaga bank makanan, juga bermacam-macam manfaat yang bisa didapat oleh pemerintah dan rakyat Indonesia.

"Selama ini, banyak toko retail atau restoran yang dengan sengaja atau 'terpaksa' membuang makanan berlebihnya dengan berbagai alasan, padahal makanan-makanan itu masih layak untuk dikonsumsi. Dan banyak sekali kelompok Rakyat yang sangat memerlukan makanan. Ini salah satu yang menyebabkan limbah makanan menjadi menumpuk di Indonesia. Selain perlu adanya aturan semacam good samaritan law, yakni pemberian perlindungan hukum kepada donatur akibat dari makanan yang didonasikannya, selama pemberian dilakukan berdasarkan iktikad dan perilaku yang baik," katanya.

HNW berharap pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR bisa mendukung RUU Bank Makanan untuk kesejahteraan sosial. Selain itu juga secara bersama-sama mendorong agar RUU Bank Makanan mewujudkan kesejahteraan sosial yang telah ditetapkan dalam Prolegnas 2020-2024 untuk segera diprioritaskan pembahasan serta pengesahannya.

"Alhamdulillah, tim kami telah selesai menyiapkan Naskah Akademik dan draft RUU-nya mengacu perbandingan dari berbagai negara, yang akan makin sempurna dengan masukan-masukan dari konstituen kami di Amerika, Jepang, negara-negara Eropa dan negara-negara lain yang mempraktekkan secara legal kegiatan Bank Makanan itu," pungkas HNW.




(ega/hns)

Hide Ads