Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi implementasi HAM dalam konteks bisnis. Pemerintah pun punya jurus tersendiri untuk mengimplementasikan hal tersebut.
Yasonna menjelaskan dalam melindungi HAM di sektor bisnis, pemerintah membuat sebuah kebijakan dan juga peraturan yang efektif, pemenuhan koherensi aturan hukum secara vertikal maupun horizontal. Pemerintah juga memberikan panduan bagi pelaku usaha dan pengawasan serta kontrol dalam implementasi HAM dalam kegiatan bisnis.
Lebih lanjut, Kementerian Hukum dan HAM pada 20 November tahun lalu juga telah menyelenggarakan dialog nasional yang bertujuan untuk mengarusutamakan bisnis dan HAM di Indonesia. Kemenkumham juga terpilih sebagai National Focal Point mengenai bisnis dan HAM yang baru melanjutkan tugas dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini meneruskan tongkat estafet dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sebagai National Focal Point Kemenkumham bertugas untuk mengkoordinasikan penyusunan strategi nasional atau peta jalan bisnis dan HAM di Indonesia sekaligus membentuk gugus tugas nasional untuk mengawal jalannya strategi bisnis dan HAM di Indonesia," ungkap Yasonna dalam acara peluncuran aplikasi berbasis website PRISMA secara daring, Selasa (23/2/2021).
Di sisi lain, dalam rangka untuk implementasi nilai-nilai HAM di Indonesia Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham membuat sebuah platform berbasis website untuk membantu perusahaan dalam menganalisa potensi risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh aktivitas bisnis.
Aplikasi tersebut dinamakan Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia (PRISMA). Aplikasi tersebut memiliki tujuan untuk memfasilitasi perusahaan pada semua sektor bisnis untuk menilai dirinya sendiri (self assesment) dengan memetakan kondisi riil atas dampak potensial HAM.
"Meskipun PRISMA bersifat sukarela, namun diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dalam melakukan uji tuntas HAM dan melaksanakan tanggung jawabnya untuk menghormati HAM," tuturnya.
![]() |
Menurut Yasonna penilaian PRISMA bukan bertujuan untuk menilai baik dan buruknya penghormatan HAM bagi perusahaan, melainkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya perusahaan melakukan pemenuhan HAM. Aplikasi yang dibuat user friendly ini juga tak hanya menganalisis risiko saja, tetapi juga memberikan edukasi dan informasi untuk mempelajari bisnis dan HAM lebih dalam lagi.
Sementara itu, Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Mualimin Abdi menuturkan penggarapan PRISMA juga sebagai pengisi kekosongan atas keperluan alat ukur yang aplikatif di Indonesia dalam melaksanakan uji tuntas HAM. Karenanya PRISMA, akan menyediakan seperangkat indikator bagi semua sektor bisnis untuk menilai dampak aktivitas operasionalnya terhadap HAM.
"PRISMA juga diharapkan dapat menjadi penunjang sektor swasta atau perusahaan dalam pengupayaan dan penghormatan HAM. Selain itu PRISMA juga ditujukan di dalam khususnya bagi pemangku kebijakan dari sektor pemerintah dan masyarakat sipil untuk membantu menciptakan ekosistem bisnis yang sejalan dengan nilai-nilai HAM," katanya.
Sebagai informasi, hari ini Kementerian Hukum dan HAM meluncurkan sebuah aplikasi berbasis website yang dinamakan PRISMA. Kemenkumham pun menargetkan 100 perusahaan menggunakan aplikasi PRISMA di tahun ini.
(ega/hns)