Bantul terkenal sebagai salah satu pusat industri kerajinan di Yogyakarta. Saat berkunjung ke Bantul, pastikan untuk melihat indahnya ragam bentuk gerabah di Kasongan, Kecamatan Kasihan.
Kasongan memang jadi pusatnya gerabah di Bantul, mengingat di sepanjang jalan Kasongan akan banyak ditemukan aneka kerajinan gerabah. Bahkan, industri gerabah ini disebut telah ada sejak dahulu dan terus diwariskan turun temurun.
Salah seorang penjual gerabah, Tri Dewi Endarti mengatakan terjun ke industri gerabah karena warisan orang tua. Sebelumnya, orang tua Dewi juga telah mengikuti kakek dan neneknya sebagai penjual gerabah 40 tahun yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mulainya udah lama, udah sejak bapak baru menikah sama ibu saya. Kalau pertama yang buka dulu bapak sama ibu. Terus beli (toko) lagi, dikasih sama anak-anaknya," ujarnya kepada detikcom baru-baru ini.
Wanita yang sering disapa Dewi ini juga bercerita dahulu toko milik orang tuanya belum sebesar sekarang. Orang tuanya pun dulunya masih berjualan keliling menggunakan sepeda.
"Dulu kan kecil, nggak segede ini. Bapak satu minggu sekali ngirim (gerabah), ngecer ke mana, ke mana. Nggak punya toko segede itu. Nggak kayak sekarang. Dulu baru 1 sekarang ada 3," katanya.
Usaha gerabah yang digeluti Dewi cukup menjanjikan. Sebelum adanya Corona, dalam sebulan Dewi bisa menghasilkan omzet hingga Rp 15 juta setiap minggu.
"Kalau sebelum Corona, (omzet) seminggunya bisa Rp 10-15 juta," imbuhnya.
![]() |
Selama pandemi, Dewi mengaku omzetnya sempat turun hingga 75% dan hanya mendapatkan Rp 200-500 ribu per minggunya. Namun, adanya tren tanaman selama pandemi membawa berkah untuk Dewi. Lambat laun omzet bisnis gerabahnya meningkat dan mempunyai banyak pesanan ke luar negeri.
"Omzetnya pas awal-awal Corona anjlok banget. Kalau baru-baru, musim pot tanaman ini alhamdulillah. Kadang per harinya bisa Rp 5 juta, seminggunya bisa Rp 7 juta. Untuk pot, per minggu (pernah) ada yang Rp 10 juta," ungkapnya.
Bukan hanya pandemi, Dewi mengungkapkan usaha gerabah keluarganya juga sempat anjlok total karena gempa 2016. Pasalnya, hampir seluruh toko milik keluarganya hancur parah.
"Habis gempa setop dulu. Toko bapak yang pertama parah, soalnya bangunannya nggak begitu bagus, bangunan lama. Hancur, yang belakang yang ancur banget. Bangkit lagi sedikit demi sedikit," katanya.
Untuk bisa bangkit, Dewi menjelaskan dirinya sempat meminjam bantuan modal dari BRI. Dari modal tersebut, Dewi bisa kembali mengembangkan usaha gerabahnya hingga saat ini.
"Awal modalnya dulu modal sendiri. Tapi kenal BRI, pinjam pinjaman BRI, sehabis gempa sekitar 2008. Awal mula Rp 50 juta dulu, buat modal usaha, buat ngembangin. Dulu kan gempa anjlok," tandasnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(prf/hns)