Jatuh Bangun Jadi Petani di Usia Muda
Ia mulai serius bertani dengan berbekal lahan 100 tumbak (setara 1.400 meter) yang diberikan orang tua. Untuk bisa memiliki kemampuan bertani, ia mempelajari seluk beluk pertanian hingga distribusinya ke pasar, sehingga mendapatkan harga beli yang cukup tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dede berjuang keras menggarap lahan untuk mendapatkan hasil panen berkualitas baik yang dibantu dua pegawainya. Ia juga berkonsultasi dengan orang-orang dari perusahaan pupuk untuk mempelajari komposisi dan cara penggunaan pupuk yang tepat untuk setiap komoditas.
Ia juga memasarkannya sendiri ke pasar-pasar di Tangerang, Cibitung, Cirebon, dan wilayah lainnya dengan mengendarai mobil pikap seorang diri. Dede membangun koneksinya dengan para pelaku pertanian dan perdagangan dengan mengikuti seminar, pertemuan, dan bergabung di grup Facebook.
Selain mempelajari dengan detail bidang pertanian hingga pemasaran, Dede juga memperluas diversifikasi komoditas. Awalnya ia hanya menanam tomat, lalu ditambah cabai, kol. Sejak lima tahun belakangan, karena melihat tingginya permintaan, ia menanam dan memasarkan labu siam atau biasa disebut labu acar di Jawa Barat.
Omzet Puluhan Juta Per Hari
Gapoktan yang Dede mengelola lahan kurang lebih 350 hektare (Ha). Setiap hari gapoktan ini bisa memproduksi dan mengirim 40 hingga 65 ton sayuran hortikultura (kol, tomat, dan didominasi labu) ke pasar induk yang ada di Bandung, Tangerang, Bogor, hingga Cirebon.
Ia menyebut dari hasil penjualan itu dalam sehari ia bisa mendapatkan omzet Rp 50 juta- Rp 100 juta. Jika diakumulasi, dalam sebulan Dede memperoleh omzet hingga Rp 1,5 miliar karena pengiriman labu nyaris tidak pernah libur.
"Perputaran uangnya per hari ya Rp 50-100 juta, kotornya, omzet. Kalau tonase barang, rata-rata 40 ton, puncaknya nyampe 65 ton, kemarin sudah nyampe 55 ton. Armada yang berangkat ada engkol 3, doublenya 2, 2 L300," ujarnya.
Menurut Dede Regge, panggilan akrabnya, bergelut di usaha sayuran bukan berarti tak punya resiko. Bukan sekali dua kali ia pernah merugi karena sayurannya tak laku. Ia bahkan mengatakan rugi tersebut sudah menjadi kebiasaan.
"Kalau rugi sudah resiko, sudah kebiasaan, sudah pekerjaan tiap hari mah sudah biasa. Di sayuran tuh kalau itung-itungan hasil nggak kaya (kerja jadi) PNS lah, misalnya per bulan (digaji) sekian. Kalau di sayuran tuh 2 kali 2 bisa 10, bisa 7, bisa minus malah," ujarnya.