Ekspor benih lobster alias benur dilarang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono. Benih lobster harus dibudidayakan dulu, setelah itu baru diekspor ketika sudah ideal dikonsumsi.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin larangan ini sifatnya moratorium alias sementara. Dengan kata lain, ekspor benih lobster bisa saja diizinkan kembali.
Safri menjelaskan dalam moratorium itu fokus budi daya lobster selama dua tahun ke depan. Selama dua tahun, menurutnya lobster bisa dua kali panen, dengan patokan sekali membesarkan lobster dari benih dibutuhkan waktu selama setahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Paling tidak 1-2 tahun ini kita kasih waktu dan kesempatan masyarakat untuk budi daya lobster, agar hasilkan devisa dan rakyat sejahtera. Minimal kita kasih waktu 2 kali panen, ini 2 tahun," kata Safri dalam acara bincang-bincang virtual besama wartawan, Rabu (10/3/2021).
Setelah dua tahun, bisa saja keran ekspor benih lobster dibuka lagi, dengan catatan dievaluasi terlebih dahulu
"Dari situ akan kita evaluasi baru kita putuskan kita buka kembali ekspor. Menurut saya cukup moratorium dulu. Tinggal diputuskan 2 musim panen. Nanti para pakarlah yang ikut bicara mana yang paling ideal," kata Safri.
Budi daya selama masa 2 tahun ke depan ini diharapkan produksi lobster untuk ekspor meningkat. Hingga tahun kemarin saja ekspor lobster bisa mencapai 1.400 ton setahun.
Safri menambahkan budi daya lobster memang ditujukan untuk ekspor, berbeda dengan udang yang lebih banyak untuk konsumsi domestik.
"Masyarakat kalau disuruh makan itu lebih suka makan udang domestik. Sedangkan di Asia Utara ini lobster ini seperti naga. Makanya jadi barang mewah," kata Safri.