Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menilai risiko inflasi tidak besar usai bantuan stimulus besar-besaran diteken Presiden Joe Biden.
Yellen mengatakan harga yang turun tahun lalu ketika pandemi melonjak akan segera naik lagi saat ekonomi pulih. Tapi dia menilai itu hanya pergerakan harga sementara.
"Inflasi tinggi yang berkelanjutan seperti yang kami alami di tahun 1970-an, saya sama sekali tidak melihat itu terjadi. Kami memiliki ekspektasi inflasi yang sangat kuat, dan Federal Reserve yang belajar tentang cara mengelola inflasi," kata Yellen dilansir CNN, Senin (15/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, saya rasa itu bukan risiko yang signifikan dan jika itu terwujud, kami pasti akan memantaunya, tapi kami punya alat untuk mengatasinya," tambahnya.
Para ekonom sebelumnya telah memperingatkan, stimulus besar-besaran yang diteken Biden dapat berdampak pada stabilitas keuangan dan menyebabkan tekanan inflasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Seperti diketahui, Joe Biden telah meneken Undang-undang (UU) stimulus ekonomi dengan jumlah besar-besaran, tepatnya US$ 1,9 triliun atau sekitar Rp 27.170 triliun. Adanya stimulus ini diharapkan dapat segera memulihkan ekonomi AS.
UU stimulus ekonomi sebesar US$ 1,9 triliun tersebut mencakup pembayaran langsung satu kali senilai US$ 1.400 untuk dikirim ke sebagian besar warga AS. Lalu memperpanjang pembayaran tunjangan pengangguran mingguan sebesar US$ 300 hingga September 2021.
Berikutnya, mengalokasikan US$ 350 miliar untuk pemerintah negara bagian dan lokal, sekitar US$ 130 miliar untuk pembukaan kembali sekolah, US$ 49 miliar untuk pengujian dan penelitian COVID-19 yang diperluas, serta US$ 14 miliar untuk distribusi vaksin COVID-19.
Saat ini, pasangan di AS dapat mengajukan permohonan sebesar US$ 2.000 per anak di bawah Kredit Pajak Anak untuk usia di bawah 24 tahun. UU ini juga meringankan pajak menjadi US$ 3.000 untuk setiap anak usia 6 hingga 17 tahun. Anak-anak di bawah usia 6 tahun akan menerima tunjangan US$ 3.600.
Tonton Video: Pagi Ini, Dolar AS 'Perkasa' Tapi Dibungkam Rupiah