Mendag-Buwas Beda Suara soal Impor 1 Juta Ton Beras

Mendag-Buwas Beda Suara soal Impor 1 Juta Ton Beras

Soraya Novika - detikFinance
Selasa, 16 Mar 2021 08:15 WIB
Pekerja memeriksa kualitas beras di Gudang Perum Bulog Sub Divre Pekalongan, Desa Munjung Agung, Tegal, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020). Menurut Perum Bulog Sub Divre Pekalongan, jelang Ramadan dan upaya penanganan COVID-19 stok beras di wilayah Pekalongan, Tegal dan Brebes cukup untuk enam bulan kedepan sebanyak 30.000 ton setara beras. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/hp.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

Menurut Lutfi, wacana impor 1 juta ton beras itu dikeluarkan pemerintah untuk menjaga ketersediaan beras. Sekaligus, untuk mencegah spekulen memainkan harga beras di lapangan. Sebab, berdasarkan pengalaman yang ada, jika terjadi kekurangan pasokan beras di dalam negeri, spekulan kerap memanfaatkan situasi ini untuk mencari untung, menaikkan harga sangat tidak wajar.

"Tidak boleh pemerintah ini didikte oleh pedagang, tidak boleh pemerintah dipojokkan oleh pedagang. Kita mesti punya strategi. Saya bilang ini bagian dari strategi memastikan harga stabil bukan menghancurkan harga petani," ujar Lutfi dalam Konferensi Pers secara virtual, Senin (15/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lagi pula, tugas impor beras itu, sambung Lutfi, tak mutlak harus dipenuhi Bulog sampai 100% atau sampai 1 juta ton. Bisa disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan akan beras ke depan seperti apa.

"Pokoknya saya ingatkan ini adalah mekanisme pemerintah, bukan berarti kami menyetujui suatu jumlah untuk impor, lalu serta merta itu diharuskan impor segitu. Tidak," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Seperti pada 2018 lalu, Lutfi mencontohkan, pemerintah sempat menyetujui impor beras 500.000 ton. Namun realisasinya justru nol, karena waktu itu Bulog fokus pada penyerapan petani sehingga tidak jadi mengimpor. Hal serupa bisa saja terjadi lagi tahun ini.

Selanjutnya, Lutfi menjelaskan tiga faktor yang bisa jadi tidaknya Indonesia mengimpor beras atau mempengaruhi jumlah yang akan diimpor.

Pertama, dilihat dari realisasi dari prediksi produksi beras 2021. Produksi beras masih mungkin terpengaruh oleh faktor cuaca sehingga realisasinya bisa saja menjadi lebih rendah dari yang diprediksikan. Bila hal ini terjadi, maka Indonesia terpaksa mengimpor.

Kedua, faktor harga. Lutfi menjelaskan andai kata realisasi produksi baik, tetapi harga terus merangkak naik, maka mau tidak mau pemerintah wajib mengambil tindakan stabilisasi.

Ketiga, jika diperlukan penugasan khusus. Misal Bulog ditugaskan melakukan operasi pasar atau memasok kebutuhan beras bagi bantuan selama PPKM.


(eds/eds)

Hide Ads