Pernahkah Anda mendengar padi semi organik? Ini adalah bentuk lain dari cara menanam padi. Cara menanam padi ini dilakukan oleh para anggota dari Korporasi Petani Koperasi Serba Usaha (KSU) Citra Kinaraya yang berada di Desa Mlatiharjo, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Perintis Koperasi Herry Sugiartono mengatakan perbedaan antara bibit padi semi organik dengan yang organik adalah pada proses pemupukan. Pada bibit padi semi organik, petani masih menggunakan pupuk kimia yang porsinya sudah dikurangi namun perlakuan organiknya juga masih diupayakan.
"Kalau kita klaim organik, susah juga, karena butuh sertifikasi lahan, padahal kita gak bisa bikinnya, karena hamparan seperti ini kan, auditnya untuk organik kan sulit. Karena tetangganya, petani kita juga lahannya gak di situ juga, kadang sewa, sewa kan ada waktu," ungkap Tono kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang penting kan beras kita beras sehat lah, yang menyehatkan, kita arahnya, selain rasa juga, jenis-jenis beras yang menyehatkan," tambahnya.
Setidaknya ada ada enam varian bibit padi organik yang dikembangkan oleh koperasi yang ia rintis, di antaranya beras biasa, beras merah, beras hitam, melati, sultan, dan beras kelas japonica yang berasal dari Jepang.
"Akhirnya kita kembangkam, ini baru ada enam varian yang kita jual. Rencana nanti kita tambah, nunggu respon juga dari pasar. 6 varian ini semi organik," tutur Tono.
Dalam mengembangkan bibitnya, Tono mengawinkan sendiri bibit padinya. Sehingga rasa dari padi yang dihasilkan sesuai dengan selera dan juga batang padinya ketika ditanam tetap berdiri kokoh.
"Saya ngawinkan sendiri, ada induknya ada dari China, ada dari Jepang, terus dari kalimantan dari NTT, timor leste, terus kita juga dapat dari Sumatera. Kita acak perkawinan lah, jadi macam-macam, jadi cari yang betul-betul satu sesuai selera," jelasnya.
Adapun bibit padi yang diberikan Tono kepada para petani juga memiliki keunggulan dari segi cara penanaman. Hal ini juga diakui oleh Sodikin (25) seorang petani milenial yang juga anggota dari Koperasi Serba Usaha (KSU) Citra Kinaraya.
Menurut Sodikin sebelum ia menanam padi dari koperasi, hasilnya tidak memuaskan. Batang beras yang ditanam sering roboh dan tidak kokoh. Namun setelah menanam bibit padi yang diberikan oleh Tono, ia menjadi petani milenial yang sukses berkat bibit padi yang bagus dan kokoh ketika ditanam.
"Misal padi biasa itu harganya Rp 40 juta, kalau padi melati harganya hampir Rp 60 juta kalau dijual. Bedanya ya lumayan jauh lah. Dan karena bagus juga, dari 2 hektar akan menghasilkan 12 ton (1 kali panen)," ucap Sodikin.
Dalam proses penanamannya, Sodikin masih menggunakan beberapa pupuk kimia yang jumlahnya dibatasi. Komposisinya adalah untuk 500 meter sawah, Sodikin menggunakan 3 kwintal urea + ponska, kemudian 3 kwintal pupuk ZA dan TS dan juga 50 Saprodap sebanyak 50 kilo.
"Untuk organiknya kita dapat sebuah penyemprot tumbuhan yang dinamakan Agro King, ini kita dapat dari Pak Herry selaku pemberi bibit dari koperasi," ujarnya.
Kini, Sodikin sukses menjadi petani yang menanam padi semi organik berkat bergabung ke koperasi. Dalam setahun, dirinya bisa panen hingga 6 ton di 1 hektare lahan sawah.
Ia juga mengatakan walau ada hama tapi padi yang dihasilkan tetap berbuah. Dari hasil penjualan tersebut, Sodikin memakainya untuk menyewa lahan yang akan ditanami padi di musim panen berikutnya.
"Bulan ini ada 2 hektare, tahun kemarin ada 4 hektare, selisihnya itu disewakan sawahnya. Harga sewa per bahu itu Rp 22 juta, kalau sekarang sih karena banyak gagal panen jadi sekitar 17-18 juta per tahun, dan dalam 1 tahun itu ada 3 kali panen," imbuhnya.
Baca juga: Seruan buat Pemerintah Jangan Impor Beras |
Dalam menggeluti usahanya, Sodikin juga memanfaatkan KUR yang diberikan oleh BRI. Uang yang didapatkan dari KUR tersebut dipakai olehnya sebagai tambahan untuk menyewa lahan sawah yang ada di desanya.
"Saya ambil KUR BRI yang Rp 20 juta itu baru sih 2020 akhir ini, dulu ibu saya sih sudah duluan sudah lama. Kalau saya digunakan untuk beli sawah ini lah untuk digunakan sebagai modal beli pupuk, dan sebagainya. Per 6 Bulan ketika kita sudah panen nanti baru langsung tutup," pungkasnya.
detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di detik.com/tag/jelajahumkmbri.
(mul/hns)