Benang Kusut yang Bikin Mahalnya Harga Cabai Jadi Masalah 'Abadi'

Benang Kusut yang Bikin Mahalnya Harga Cabai Jadi Masalah 'Abadi'

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Senin, 22 Mar 2021 06:00 WIB
Harga cabai rawit di berbagai wilayah termasuk Jakarta tengah jadi sorotan. Pasalnya harganya naik salah satunya akibat cuaca buruk yang melanda Tanah Air.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Masalah harga cabai di Indonesia selalu berulang setiap tahunnya. Harga cabai seperti cabai rawit merah selalu mengalami peningkatan di waktu-waktu tertentu. Misalnya pada musim hujan sampai menjelang Ramadhan. Padahal, saat panen raya harga cabai bisa jatuh-sejatuh jatuhnya karena pasokan yang melimpah ruah.

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mengungkapkan masalah harga cabai ini sebenarnya terjadi karena persoalan supply dan demand biasa.

"Demandnya cenderung tetap, sementara supply atau produksi rendah, sehingga harga tinggi," kata dia saat dihubungi, Minggu (21/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hermanto mengungkapkan kenaikan harga cabai seperti ini masih akan terjadi selama tidak ada pengembangan teknologi budidaya yang memungkinkan untuk memproduksi cabai di luar musim. "Masalah ini dapat diatasi misalnya dengan menerapkan budidaya tanaman cabai di dalam rumah kaca," jelas dia.

Peneliti INDEF Rusli Abdullah mengungkapkan musim hujan dan cuaca yang tak menentu memang menjadi penyebab utama harga cabai rawit yang mahal ini. Seharusnya Maret ini sudah mulai mereda. Namun sebentar lagi akan disambut dengan bulan Ramadan dan ada kemungkinan harga belum kembali ke normal.

ADVERTISEMENT

"Musim hujan sudah mau reda nih, harusnya bisa kembali normal. Tapikan bulan depan akan ada bulan puasa dan sepertinya akan susah kembali ke normal," ujar dia.

Simak juga video 'Dampak Harga Cabai Naik, Warung Makan di Sumedang Menjerit':

[Gambas:Video 20detik]



Bagaimana solusi untuk mengatasi tingginya harga cabai? klik halaman berikutnya.

Hermanto Siregar mengungkapkan sebenarnya ada cara yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini. Seperti pengembangan teknologi budidaya yang memungkinkan produksi cabai di luar musim. Misalnya dengan menerapkan budidaya tanaman cabai di dalam rumah kaca.

Selain itu, saat produksi melimpah cabai harus diolah menjadi berbagai produk olahan seperti saus cabai, pasta cabai dan cabai bubuk/kering. "Teknologi penyimpanan cabai segar juga dapat digunakan agar cabai bisa disimpan lebih lama," kata dia saat dihubungi detikcom, Minggu (21/3/2021).

Hermanto menyebut untuk produk cabai olahan maupun cabai segar yang sudah disimpan cukup lama tersebut dipasok secara bertahap hingga ke waktu di mana tidak ada produksi cabai segar. Jika hal ini sudah dilakukan, maka harga cabai tidak setinggi saat ini.

Peneliti INDEF Rusli Abdullah mengatakan harus ada sebaran yang merata di sentra produksi cabai di berbagai wilayah. Misalnya setiap wilayah harus memiliki supplier cabai di masing-masing wilayah penyangga untuk meredam gejolak harga.

Berikutnya, cabai merupakan komoditas yang tidak tahan lama. Karena itu jika ada panen raya dan stok melimpah maka cabai bisa diolah seperti dijadikan sambal atau cabai olahan lainnya.

"Untuk masalah cabai memang harus ada rekayasa kuliner. Harus mengubah pola konsumsi masyarakat yang sekarang cenderung menyukai cabai segar," jelas dia.

Rusli mencontohkan di Singapura, Thailand, Malaysia dan negara Asia lain sudah biasa menggunakan penambah rasa pedas dengan cabai bubuk atau cabai kering.

Namun untuk menjalankan semua ini, harus didukung oleh semua pihak seperti Kementerian Perdagangan untuk mengurus pergerakan harga, Kementerian Pertanian untuk mengatur ketersediaan barang, Kementerian Perindustrian untuk pengolahan dan inovasi sampai Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk promosi dengan menjadikan olahan cabai sebagai oleh oleh.


Hide Ads