Jakarta -
Perdebatan terkait impor beras 1 juta ton mereda setelah setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan tidak akan ada beras impor yang masuk ke Indonesia sampai Juni 2021.
Sebelum itu, berbagai pihak saling adu pandangan terkait impor 1 juta ton beras. Bahkan, yang bikin semakin memanas beda pendapat soal urgensi impor beras berasal dari sesama instansi di pemerintahan itu sendiri.
Berikut kronologi rencana impor beras sampai akhirnya Jokowi buka suara:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
4 Maret 2021
Rencana impor 1 juta ton beras awalnya tampak dalam bahan paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Demi menjaga stabilitas pasokan dan harga komoditas pangan dalam negeri di tengah pandemi, untuk itu perlu dilakukan upaya impor beras hingga 1 juta ton. Impor 1 juta ton beras itu dibagi menjadi dua, 500 ribu ton sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton lainnya sesuai kebutuhan Bulog.
Dalam paparannya di rapat kerja Kementerian Perdagangan, Airlangga menyebut, setiap tahunnya stok beras di Bulog harus terjaga di kisaran 1-1,5 juta ton. Untuk itu, perlu tambahan beras impor, sebab penyerapan gabah oleh Bulog belum tentu bisa mencapai targetnya meski saat ini masih memasuki masa panen raya. Adapun target penyerapan gabah oleh Bulog itu setara beras 900 ribu ton saat panen raya Maret sampai dengan Mei 2021 dan 500 ribu ton pada Juni sampai dengan September 2021.
"Komoditas pangan jadi penting, penyediaan beras 1-1,5 ton," kata Airlangga dalam paparannya, Kamis (4/3/2021).
Hal serupa disampaikan juga oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Menurut Lutfi, Impor beras ini akan digunakan sebagai iron stock atau barang yang disimpan di Bulog sebagai cadangan dan selalu ada.
"Jadi tidak bisa dipengaruhi panen atau apapun karena ini dipakai untuk iron stock, sudah disepakati dan diperintahkan. Waktu, tempat, dan harga ada di tangan saya," jelasnya.
8 Maret 2021
Beberapa hari kemudian, para pengusaha beras dalam negeri langsung angkat suara. Menurut Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Sutarto Alimoeso masa panen raya kali ini bisa membuat stok beras melimpah, potensinya hingga 14 juta ton. Bila ditambah impor beras, harga gabah dan beras di daerah bisa turun sejalan dengan masa panen raya.
"Berdasarkan data-data kan 2 bulan ke depan ini ada panen raya yang akan mencapai lebih dari 14 juta ton selama Januari-April ini. Nah itu berarti akan ada surplus kira-kira sekitar 4 juta ton dalam 2 bulan ke depan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).
Untuk itu, ia berharap pemerintah justru melakukan penyerapan gabah dan beras yang sekarang ini sedang banyak-banyaknya sehingga pasarnya terjamin. Sebab, saat ini saja di beberapa daerah, harga gabah dan beras lokal sudah ditawar di bawah Rp 4.000, dampaknya petani yang tidak menikmati hasil.
15 Maret 2021
Tak lama dari itu, Komisi IV DPR RI langsung mengundang Kementerian Pertanian bersama Perum Bulog untuk membahas masalah stok pangan jelang Ramadhan dan Lebaran 2021. Salah satu yang dibahas tentunya soal stok beras.
Dalam rapat itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas menyebut pihaknya kemungkinan tak perlu mengimpor 1 juta ton beras yang sebelumnya ditugaskan pemerintah. Sebab, senada dengan para pengusaha beras lokal, masa panen raya kali ini diyakini bisa mencukupi stok beras dalam negeri dalam setahun.
Menurut Buwas, untuk tahun ini, tidak terjadi kemunduran masa panen raya seperti tahun lalu. Masa panen tahun ini terjadi pada Maret-April, sehingga estimasinya, Bulog dapat menyerap sebanyak 390.800 ton beras CBP.
Sejauh ini saja, stok beras Bulog sudah mencapai 883.585 ton yang terdiri dari beras CBP sebanyak 859.877 ton dan beras komersial sebanyak 23.708 ton. Artinya, setelah panen raya, stok CBP Bulog pada akhir April di atas 1 juta ton beras dan jumlah itu sudah memenuhi CBP per tahun, sehingga tidak diperlukan lagi impor beras.
"Prinsipnya kami mengutamakan produksi dalam negeri untuk CBP walaupun kami mendapatkan tugas impor (beras) 1 juta itu belum tentu kami laksanakan karena kami tetap prioritaskan produksi dalam negeri yang puncaknya Maret-April," ujar Buwas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (15/3/2021).
Buwas merinci, Bulog masih memiliki stok beras impor dari 2018. Adapun dari total pengadaan sebanyak 1.785.450 ton beras, masih tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton diantaranya merupakan beras turun mutu.
Dari situlah perdebatan soal impor beras 1 juta ton mulai memanas. Cek halaman berikutnya.
18 Maret 2021
Sekitar tiga hari kemudian, dalam rapat kerja yang berbeda dengan Komisi IV DPR RI, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengeluarkan pernyataan yang semakin membuat bingung masyarakat. Dengan tegas, Syahrul menyebut impor 1 juta ton beras itu baru wacana saja.
"Secara jujur ingin saya katakan kepada forum ini bahwa rencana impor itu baru dalam wacana, dan saya sama sekali belum pernah melihat ada sebuah keputusan yang pasti terhadap itu," kata dia Kamis (18/3/2021).
Namun, Syahrul menyebut Kementeriannya tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk menyatakan menolak impor beras.
Ia hanya menegaskan bahwa pihaknya menyarankan agar mengutamakan penyerapan gabah petani. Menurutnya itu yang harus didahulukan untuk mencukupi kebutuhan beras nasional.
"Harus didahulukan penyerapan gabah yang harus dimaksimalkan oleh pemerintah karena ini menjadi kepentingan yang sudah menunggu, barulah selanjutnya sekiranya tidak dilakukan impor pada saat-saat kita panen raya," tambahnya.
19 Maret 2021
Sehari kemudian, giliran Menteri Perdagangan M Lutfi yang buka suara. Lutfi memastikan upaya impor beras tidak akan dilaksanakan selama masih ada masa panen raya.
"Saya jamin tidak ada impor ketika panen raya dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani, karena memang belum ada yang impor," ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Namun, setelah itu tetap dilaksana importasi beras. Sebab, menurutnya selama masa panen raya ini, banyak gabah yang basah yang akhirnya tidak bisa dijadikan stok beras di gudang Bulog. Bila begitu, otomatis, target stok beras yang sudah ditetapkan sulit tercapai.
Sebagaimana diketahui, Perum Bulog sendiri diwajibkan memenuhi minimal stok 1 juta-1,5 juta ton beras setiap tahunnya baik berasal dari stok dalam negeri maupun luar negeri. Akan tetapi, sampai saat ini, menurut Lutfi, Bulog baru bisa menyerap 85 ribu gabah petani.
Meskipun ditambah dengan sisa stok beras tahun lalu dan sisa beras impor yang turun mutu, stok beras di Bulog tak mencapai 500.000 ton beras. Jumlah segitu, sambung Lutfi adalah yang terendah dalam sejarah.
"Ini adalah stocking salah satu yang paling rendah dalam sejarah Bulog. Jadi Anda bisa tahu bagaimana rasa hati saya ngilunya, kalau misalnya pengadaan Bulog di dalam masa panen ini berjalan dengan baik, saya tidak ada masalah kita tidak impor selama Bulog mempunyai iron stock 1 juta," tegasnya.
Cek halaman berikutnya.
22 Maret 2021
Para petani pun menolak keras rencana impor beras tersebut. Para petani meminta pemerintah menyerap hasil panen petani ketimbang impor beras. Apalagi harga gabah kering tingkat petani turun sejak memasuki masa panen.
"Seyogyanya Pemerintah lebih banyak menyerap beras produksi petani lokal, ketimbang buka keran impor beras," kata Ketua HPN (Himpunan Petani Nahdliyin) Kota Tegal Riswanto, Senin (22/3/2021) siang.
Riswanto mengatakan harga gabah kering sebelumnya Rp 500 ribu per kuintal, namun sekarang turun menjadi Rp 350 ribu. Meski harga sudah turun, hasil panen ini jarang ada yang membelinya. Untuk itu petani meminta agar pemerintah membeli gabah dari petani ini.
"Harga sudah turun dari Rp 500 ribu per kuintal menjadi Rp 350 ribu. Kami minta daripada harus impor, lebih baik membeli panen milik petani. Karena kondisinya memang jarang yang beli gabah," terangnya.
Dikhawatirkan harga gabah akan semakin merosot jika pemerintah tidak segera turun tangan. Hasil panen yang tidak terserap pasar jika terus disimpan maka akan membuat stok meningkat dan otomatis membuat harga turun.
Ketua Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Sumber Ekonomi, RT 01 RW 02 Kelurahan Kaligangsa, Kecamatan Margadana, Kota Tegal Munaseh (77) menyayangkan rencana pemerintah impor beras. Dampak kebijakan ini, hasil panen petani terancam tidak terserap dan membuat harga makin jatuh.
"Yang dikhawatirkan, kalau sampai impor maka gabah petani tidak terserap pasar. Padahal ini sedang panen padi. Ini kan bisa membuat harga gabah saat ini merosot," keluh Munaseh.
Di kelompoknya Munaseh menyebut ada sekitar 10 hektar sawah. Untuk satu hektarnya bisa menghasilkan maksimal 6 ton gabah kering.
26 Maret 2021
Akhirnya, pada 26 Maret 2021 kemarin, Jokowi buka suara menanggapi masalah impor beras. Jokowi memastikan tidak ada beras impor yang masuk ke RI sampai Juni 2021.
"Saya pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita Indonesia," ujar Jokowi dalam live pernyataan Presiden terkait impor beras, di Istana Merdeka, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden Jumat (26/3/2021).
"Kita tahu sudah hampir 3 tahun ini kita tidak mengimpor beras," lanjut Jokowi.
Diketahui kemudian, upaya importasi beras itu berasal dari MoU soal impor beras dengan Thailand dan Vietnam. Namun, menurut Jokowi MoU itu dibuat hanya untuk berjaga-jaga. Mengingat situasi pandemi yang penuh dengan ketidakpastian.
"Saya tegaskan sekali lagi berasnya belum masuk," kata Jokowi.