Rincian perubahan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:
• Mengubah kriteria Pelaku Usaha Korporasi;
• Menambah tenor pinjaman yang dijamin;
• Mengurangi batas minimal pinjaman modal kerja;
• Menambah pengaturan terkait pinjaman sindikasi dan restrukturisasi pinjaman;
• Mengubah porsi subsidi IJP yang ditanggung Pemerintah;
• Mengubah formula penghitungan IJP, serta
• Memperpanjang batas akhir fasilitas penjaminan.
Berdasarkan penyempurnaan ketentuan tersebut, maka kriteria untuk pelaku usaha korporasi selaku terjamin, meliputi:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
• mempekerjakan tenaga kerja minimal 100 (seratus) orang. Namun demikian, Menteri dapat memberikan pengecualian jumlah tenaga kerja minimal menjadi 50 orang kepada sektor tertentu yang ditetapkan dalam surat Menteri;
• terdampak COVID-19, diantaranya:
• volume penjualan maupun laba pelaku usaha mengalami penurunan;
• sektor industri pelaku usaha terdampak;
• lokasi usaha pelaku usaha termasuk wilayah yang berisiko;
• perputaran usaha pelaku usaha terganggu; dan/atau
• kredit modal kerja sulit diakses oleh pelaku usaha;
• berbentuk badan usaha;
• merupakan debitur existing dan/atau debitur baru dari Penerima Jaminan;
• tidak termasuk dalam daftar hitam nasional; dan
• memiliki performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau kolektibilitas 2) posisi per tanggal 29 Februari 2020.
Dengan adanya pelonggaran ketentuan pada skema penjaminan pemerintah ini diharapkan dapat membantu menjaga kondisi keuangan korporasi sekaligus turut membangkitkan sektor riil dan memberikan dampak ke aspek lainnya, seperti minimalisasi pemutusan hubungan kerja akibat pandemi. Hal ini sejalan dengan tujuan program PEN yang diamanatkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020, yaitu untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha dari sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya.
(hek/eds)