Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) buka suara soal aturan wajib bayar royalti atas pemutaran lagu atau musik, salah satunya karaoke. Ketua Asphija Hana Suryani meminta kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk mengevaluasi penetapan tarif royalti.
"Kalau PP tidak ada masalah, karena lebih ke arah imbauan hanya memperkuat Kepmen," kata Hana saat dihubungi detikcom, Selasa (6/4/2021).
Dia menjelaskan penerapan tarif yang tidak adil sudah terjadi antara royalti karaoke keluarga dengan karaoke eksekutif. Adapun tarif royalti karaoke keluarga sebesar Rp 12.000 per room sementara karaoke eksekutif Rp 50.000 per room.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hana mengaku, beberapa tahun belakangan ini para pengusaha hiburan malam mendapat kesepakatan dengan LMKN mengenai tarif royalti atas pemutaran lagu atau musik menjadi Rp 18.000. Namun saat ini, tarif tersebut diminta untuk kembali naik menjadi Rp 50.000 per room.
Usulan tersebut, dikatakannya juga sudah tertuang dalam surat dan sudah dilayangkan kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Tarif harus dibuat melibat stakeholder, tarifnya yang adil, dan distribusinya harus transparan kepada para musisi," katanya.
Selain tarif, Hana mengungkapkan para pengusaha hiburan juga meminta adanya transparansi dari LMKN dalam mendistribusikan uang tersebut kepada para musisi dalam hal ini pemilik hak cipta dari lagu.
Dia pun senang pada aturan yang baru ini terdapat mewajibkan LMKN melakukan audit kinerja oleh lembaga independen.
"Jadi kami menyambut baik dengan adanya LMKN, kami dari dulu sudah bayar royalti," ungkapnya.
Pengumuman bagi para pelaku usaha wajib membayar royalti jika dalam pengoperasian usahanya selalu memutar lagu. Setidaknya ada 14 sektor usaha yang diwajibkan membayar royalti atas musik tersebut.
Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Beleid ini diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Maret 2021.
Sebanyak 14 sektor usaha maupun kegiatan yang wajib membayar royalti atas musik atau memutar lagu saat beroperasi diatur dalam pasal 3 ayat 2, yaitu:
Seminar dan konferensi komersial; restoran termasuk kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; pertokoan.
Selanjutnya bank dan kantor; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel termasuk kamar hotel, dan fasilitas hotel; terakhir usaha karaoke.
"Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hal ekonomi atas lagu dan/atau musik serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dibutuhkan pengaturan mengenai pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik," tulis pertimbangan PP Nomor 56 Tahun 2021.
(hek/hns)