Perusahaan Alibaba milik Jack Ma baru-baru ini dijatuhi denda oleh pemerintah China sebesar US$ 2,8 miliar, setara Rp 40 triliun (kurs Rp 14.500). Raksasa e-commerce itu didenda atas dugaan melakukan tindakan monopoli.
Denda tersebut tampaknya tak berarti apa-apa bagi salah satu pria terkaya di Negeri Tirai Bambu itu. Sebab, Bloomberg Billionaires Index merilis kekayaan Ma meroket US$$ 2,3 miliar (Rp 33,3 triliun) menjadi US$ 52,1 miliar (Rp 755,4 triliun).
Bertambahnya kekayaan Jack Ma didorong oleh peningkatan sebesar 9,3% atas Depository Receipt (DR) Alibaba di Amerika Serikat (AS). DR atau tanda terima penyimpanan adalah sertifikat yang dapat dinegosiasikan yang diterbitkan oleh bank yang mewakili saham di perusahaan asing yang diperdagangkan di bursa efek lokal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Denda US$ 2,8 miliar yang dijatuhi pemerintah China terhadap Alibaba tidak separah yang dikhawatirkan beberapa investor, dan hanya didasarkan pada 4% dari penjualan domestik perusahaan pada 2019. Artinya jauh lebih kecil dari maksimum 10% yang diizinkan menurut hukum China.
Sementara raksasa e-commerce itu harus menyesuaikan cara berbisnis. Wakil ketuanya mengatakan regulator tidak akan memaksakan perombakan radikal dari strategi e-niaga, dan kepala eksekutifnya menyatakan Alibaba siap untuk melanjutkan.
"Alibaba tidak akan mencapai pertumbuhan tanpa regulasi dan layanan pemerintah yang baik, dan pengawasan kritis, toleransi, dan dukungan dari semua konstituen kami sangat penting bagi perkembangan kami," kata perusahaan itu dalam sebuah surat terbuka dilansir dari Bloomberg, Selasa (13/4/2021).
Lanjut halaman berikutnya soal Jack Ma.