Selain itu, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan, Indonesia punya potensi untuk menekan impor daging sapi dengan memberikan bantuan kepada peternakan anak sapi.
Selama ini, populasi anak sapi masih belum banyak karena untuk mengembangkannya dibutuhkan biaya besar, sementara harga jual tak seberapa. Nanang mengatakan, dibutuhkan biaya Rp 6 juta untuk memelihara satu ekor anak sapi. Sementara, harga jualnya tak jauh dari biaya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Usaha pembibitan (ternak) di Indonesia itu kurang menarik karena harga jual dengan biaya produksi imbang-imbang saja," tutur dia.
Oleh sebab itu, ia menilai ketimbang mengeluarkan dana untuk membeli peternakan di Belgia, lebih baik uangnya digunakan untuk memberi subsidi pada setiap ekor anak sapi, peternak akan mau mempertahankan usaha ternaknya.
"Kalau dana yang digunakan untuk membeli lahan peternakan di Belgia bisa digunakan untuk mensubsidi setiap anak sapi yang lahir, misalnya setiap anak sapi diberi subsidi sekitar Rp 1,5 juta per ekor, dengan validasi data dilakukan oleh yang berwenang, apakah itu kepala dinas peternakan tingkat kecamatan, kelurahan, dan lain-lain, sehingga akan menggairahkan industri peternakan rakyat," ujarnya.
Dengan cara itu, maka peternak bisa bertahan menghadapi godaan untuk menjual induk sapi. Nantinya, secara perlahan populasi sapi dalam negeri bertambah, dan bisa meraih cita-cita swasembada daging sapi.
"Kalau betina tersebut melahirkan anak sapi, dan anak sapi itu juga mendapatkan insentif dari pemerintah, maka peternak paling tidak ingin mempertahankan indukan itu, tidak tergoda utk memotong walaupun ada tawaran harga yang lebih menarik. Sehingga target untuk mencapai swasembada nantinya itu akan lebih mudah tercapai," tandas Nanang.
(vdl/zlf)