Pada awal April lalu pemerintah dan DPR RI mengesahkan UU IE-CEPA (Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement). EFTA (European Free Trade Association) adalah asosiasi perdagangan bebas di Eropa yang anggotanya yang terdiri dari 4 negara yaitu Islandia, Norwegia, Swiss, dan Liechtenstein.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menilai melalui CEPA akan terjadi penghapusan atau penurunan ribuan pos tarif dari kedua pihak yang diharapkan akan meningkatkan arus perdagangan. Meskipun demikian, terdapat kemungkinan negara-negara EFTA lebih mampu memanfaatkan peluang ini dibandingkan dunia usaha Indonesia.
"Karena itu, diperlukan strategi akses pasar yang kuat agar CEPA ini tidak memberikan tekanan pada neraca perdagangan. Selain itu, CEPA ini harus dimanfaatkan bukan hanya untuk peningkatan perdagangan barang, tetapi juga investasi, perdagangan jasa dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan," tulis Laporan yang ditulis Mohamad D. Revindo, Sabtu (24/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara historis, katanya, hubungan perdagangan antara dua pihak cukup dinamis. Selama 10 tahun terakhir neraca perdagangan Indonesia dengan empat negara EFTA pernah mencatat surplus pada 2015-2017 dan 2020, selebihnya defisit.
"Jika dilihat secara lebih detil, Indonesia cenderung mencatat defisit terhadap Norwegia dan Islandia, tetapi surplus terhadap Swiss dan Liechtenstein," jelasnya.
Komoditas Indonesia yang sebelumnya telah mampu masuk ke pasar EFTA di antaranya adalah adalah perhiasan, arang, ban, furnitur dan kopi. Komoditas EFTA yang sebelumnya telah mampu masuk ke pasar Indonesia diantaranya adalah persenjataan, perhiasan, tinta cetak, ikan, pupuk, minyak ikan dan aluminum foil.
Adapun produk impor EFTA yang selama ini diimpor dari berbagai negara tapi bukan dari Indonesia, sehingga bisa menjadi potensi untuk Indonesia dengan adanya CEPA diantaranya adalah komponen kendaraan bermotor, komponen telepon, minyak nabati, serta besi dan baja.