3 Fakta 50 Ribu Buruh Bakal Gelar Aksi Besar-besaran

3 Fakta 50 Ribu Buruh Bakal Gelar Aksi Besar-besaran

Danang Sugianto - detikFinance
Selasa, 27 Apr 2021 20:00 WIB
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Monas, Jakarta, Senin (12/4/2021).  Puluhan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini menggelar aksi untuk menyampaikan tuntutan di patung kuda dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Setelah tahun lalu absen, para buruh 1 Mei 2021 nanti akan kembali turun ke jalan. Mereka menggelar aksi dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional (May Day).

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal hari ini menggelar konferensi pers untuk menyampaikan rencana aksi yang akan dilakukan para buruh pada 1 Mei nanti. Berikut 3 poin penting dari rencana aksi buruh besar-besaran nanti:

1. 50 Ribu Buruh Turun ke Jalan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Said menyampaikan berbagai elemen buruh akan ikut aksi pada 1 Mei nanti, termasuk KSPI. Khusus dari KSPI, kata Said Iqbal, peringatan May Day kali ini akan diikuti sekurang-kurangnya 50 ribu buruh, di 3.000 perusahaan/pabrik, 200 kabupaten/kota, dan 24 provinsi. Sedangkan di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana dan Mahkamah Konstitusi.

"Ada dua isu utama yang akan kami usung dalam May Day tahun ini," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (27/4/2021).

ADVERTISEMENT

2. Padati 3 Titik di Ibu Kota

Para buruh akan melakukan aksi di 3 titik di ibu kota yakni di Istana Negara, Gedung MK dan sekitaran Patung Kuda.

"Berapa jumlah buruh yang dibolehkan aksi di Istana, di Gedung MK dan juga di sekitaran Patung Kuda? Tentu menunggu hasil koordinasi dengan aparat keamanan, tetap kita harus penuhi protokol kesehatan," ucapnya.

Said mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan koordinasi dengan aparat keamanan terkait jumlah massa yang diperbolehkan melakukan aksi. Tujuannya mereka ingin tetap mematuhi protokol kesehatan.

3. Lawan Rezim Upah Murah

Said juga mengatakan para buruh menolak dengan hilangnya kepastian pendapatan yang tercermin dalam pengertian bahwa Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dapat diputuskan oleh gubernur. Menurutnya kata 'dapat' menunjukkan ketidakpastian karena gubernur juga tidak bisa menetapkan.

"Tidak ada kepastian, karena menggunakan kata-kata 'dapat'. Berarti tidak ada kepastian, kembali kepada rezim upah murah," ucapnya.

Jika gubernur tidak bisa menetapkan maka yang diberlakukan adalah Upah Minimum Provinsi (UMP). Said menilai jika UMP yang diberlakukan maka upah yang diterima para buruh yang tadinya secara sektoral akan turun jauh.

Dia mencontohkan UMK di wilayah Bekasi Rp 4,9 juta, Purwakarta Rp 4,5 juta dan Karawang Rp 4,9 juta. Upah itu akan turun menjadi Rp 1,8 juta karena mengikuti besaran UMP Jawa Barat.

(das/fdl)

Hide Ads