Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang baru ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung disodori sederet PR dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). Apa saja PR buat Bahlil?
Berikut 3 PR buat Bahlil:
1. Implementasi Omnibus Law ke Daerah
Jokowi telah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang positif tahun ini. Menurut Ketua Apeksi Bima Arya Sugiarto tak mudah mewujudkan target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan Jokowi terwujud tahun ini. Sebab, kesuksesan utama pertumbuhan ekonomi yang positif tadi tergantung pada implementasi Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan, mengimplementasi beleid ini sampai ke tingkat daerah bukan pula perkara yang mudah dan bisa dengan cepat dilaksanakan begitu saja. Untuk itu, peran Menteri Investasi dibutuhkan terkait implementasi omnibus law di daerah tadi beserta mencapai target ekonomi positif yang diinginkan Jokowi tadi.
"Sekarang ketika presiden menyampaikan target pertumbuhan ekonomi positif, kita jadi tambah khawatir karena awalnya Cipta Kerja didesain untuk ekonomi dan investasi. Begitu ditargetkan lagi untuk economic recovery apalagi positif ini tambah berat," ujar Bima dalam diskusi Menteri Investasi/Kepala BKPM Menjawab Apeksi secara virtual, Senin (10/5/2021).
2. Percepat Terbitkan Aturan Turunan Omnibus Law
Bima menjelaskan kehadiran Omnibus Law yang juga sudah menelurkan 47 aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP). Hal itu dianggap berat untuk diintegrasikan secara cepat di tingkat pemerintah daerah. Sebab, lebih dulu harus dikebut ditingkat Peraturan Menterinya (Permen) dulu. Jika permennya saja lambat, tentu berdampak pula pada implementasinya di daerah.
"Nah masalahnya pak menteri teman-teman di daerah, walikota, kepala daerah melihat bahwa ketika Permen ini agak lambat, kemudian nggak jalan banyak hal, jadi barangnya banyak yang tidak bisa bergerak," ungkapnya.
Bima mencontohkan implementasi Omnibus Law di Dinas Penanam Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di daerah. Pemerintah daerah membutuhkan kejelasan mengenai aturan teknisnya untuk diseragamkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Namun, aturan tersebut masih bertabrakan dengan aturan di tingkat Menterinya. Hal ini tentu menimbulkan kebingungan di daerah.
"Contohnya DPMPTSP kan diminta kita ini untuk melakukan standarisasi keseragaman struktur di PP 21 tetapi sekarang itu belum jelas, belum lagi ada edaran dari KemenPANRB tentang jabatan non fungsional jadi dihilangkan tuh yang struktural. Nah, ini kan harus nyambung antara desain KemenPANRB dengan PP 21 ini, nah kita lihat di lapangan wah ini berat nih," tuturnya.
Beberapa kekhawatiran lainnya meliputi ketidakjelasan soal insentif yang dijanjikan atas potensi hilangnya retribusi di daerah dengan kehadiran UU Cipta Kerja, demikian pula dengan pajak dan retribusi daerah.
"Jadi ini yang ingin kami sampaikan tadi tsunami regulasi. Jadi kami ingin support kami ingin bantu kementerian untuk mengidentifikasi mana saja, mana yang perlu dipercepat mana yang perlu jadi atensi," paparnya.
3. Sistem OSS
PR lainnya buat Bahlil terkait Sistem Online Single Submission (OSS). Menurut Bima, OSS malah membuat mundur sistem di daerah-daerah yang sudah maju terkait hal tersebut. Bima menyebut sistem pintu di daerahnya yaitu Bogor sudah lebih dulu menerapkan sistem tersebut. Bahkan, ia menemukan OSS yang dibuat pemerintah pusat lebih banyak kekurangannya yang perlu diperbaiki.
"Jadi bagi kota Bogor dan banyak kota lainnya yang sudah maju ini kayak kita mundur lagi," imbuhnya.
Beberapa kekurangan yang ditemukan Bima di aplikasi SIMBG OSS seperti aplikasi ini belum melakukan validasi NIK yang terintegrasi secara nasional, belum melakukan validasi NPWP dengan Dirjen Pajak, begitu juga dengan validasi PBB, belum juga punya sistem pembayaran yang host to host dengan perbankan, dan belum ada koordinat koordinat peta lokasi, fasilitas tanda tangan elektronik, monitoring piutang dan lainnya. Sedangkan, di Bogor sudah punya itu semua.
"Ini kita bangun bertahun-tahun pak menteri. Belum lagi cetak mandiri IMB, kita sekarang sudah memungkinkan IMB itu dicetak sendiri oleh pemohon. Ini kita belum lihat ada di SIMBG," ungkapnya.
Untuk itu, ia berharap agar diikutsertakan dalam setiap penerapan kebijakan bukan hanya sekadar jadi target sosialisasi.
"Pertama sosialisasi ok tapi rasanya harus lebih banyak simulasi jadi ke wilayah langsung SIMBG begini, kalian punya aplikasi apa, apa persoalannya," pintanya.
"Nah poin kedua adalah rasanya harus timeline-nya lebih realistis. Di amanat ini ada 2 bulan RT/RW harus terintegrasi. Susah pak. RT/RW ini tidak semua daerah juga sudah selesai, jadi rasanya pak Menteri harus punya tim yang lebih bisa komunikasi dengan pemerintah daerah untuk bisa mengupdate memetakan itu," sambungnya.
(das/das)