Jakarta -
Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) terungkap dari paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Musrenbangnas 2021 pada Selasa pekan lalu.
Dia menyebut dari sisi perpajakan atau pendapatan negara, pihaknya akan terus menggali potensi dan peningkatan tax ratio dengan perluasan basis pajak terutama dengan adanya era digital ekonomi dan e-commerce.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun membeberkan pemerintah sedang membahas revisi aturan tarif PPN. Rencananya hasil pembahasan akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rangka revisi Undang-undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tarif PPN pemerintah masih melakukan pembahasan dan akan dikaitkan dengan undang-undang yang diajukan ke DPR yakni UU KUP," katanya dalam konferensi pers virtual tentang Perkembangan & Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (5/5/2021).
Sayangnya Airlangga belum menjelaskan lebih detail berapa kenaikan PPN yang akan dibebankan kepada konsumen yang saat ini sebesar 10%. Sebab rencana ini masih dalam tahap pembahasan dan pengkajian secara internal.
"Semuanya masih dibahas pemerintah dan nanti pada waktunya akan disampaikan kepada publik," tuturnya.
Dirjen Pajak pun membeberkan soal rencana tersebut. Penjelasannya di halaman selanjutnya.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo membeberkan alasan munculnya wacana menaikkan tarif PPN. Sebab, kebutuhan pendanaan negara untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional membutuhkan biaya.
"Kenapa kok ada diskusi terkait PPN yang sempat didiskusikan oleh teman-teman wartawan beberapa hari terakhir kemarin, bahwa waktu ke waktu kebutuhan akan uang negara yang dikhususkan untuk penanganan kesehatan, perlindungan sosial, pembiayaan korporasi, UMKM, insentif itu mengalami perubahan," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Senin (10/5/2021).
Contohnya saja, pada tahun ini anggaran penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional masih tinggi, khususnya terjadi peningkatan untuk kebutuhan sektor kesehatan, meskipun ada penurunan di sektor lain.
Dia menjelaskan bahwa penerimaan pajak pada 2020 minus 19,7%. Penerimaan kepabeanan dan cukai pun sedikit turun, dan PNBP juga turun. Sementara pemerintah harus memenuhi kebutuhan belanja.
"Namun demikian di sisi sebaliknya belanja negara mengalami peningkatan karena kita memerlukan pengeluaran yang ditujukan untuk penyehatan masyarakat, menjaga masyarakat khususnya di sisi kesehatan. Kemudian yang kedua menjaga supaya ekonominya paling tidak bertahan," jelas Suryo.
Dalam mempelajari kenaikan PPN tersebut, pihaknya mempelajari praktik yang dilakukan di beberapa negara. Misalnya Arab Saudi yang menaikkan PPN dari 5% menjadi 15% di Juli 2020.
Lalu ada dua skema yang mungkin dapat dilakukan. Pertama, single tarif PPN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), tarif PPN berada direntang 5% hingga 15%.
Kedua, multi tarif PPN. Ada beberapa negara yang telah menerapkan skema tersebut. Multi tarif artinya tarif PPN berdasarkan barang regular dan barang mewah. Perlu dilakukan revisi terhadap UU 46/2009.
"Yang jelas saat ini kita sedang mendiskusikannya akan seperti apa, tergantung hasil assessment-nya apakah single atau multi karena ranahnya di UU," tambah Suryo.
Simak Video "Syarat Lengkap Diskon PPN Rumah dan Rusun Baru"
[Gambas:Video 20detik]