Jika Tarif Pajak Naik, Pemerintah Dinilai Berburu di Kebun Binatang

Jika Tarif Pajak Naik, Pemerintah Dinilai Berburu di Kebun Binatang

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 11 Mei 2021 22:52 WIB
Ilustrasi cek pajak kendaraan Jakarta
Ilustrasi pajak/Foto: iStock
Jakarta -

Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikritik. Jika rencana itu diterapkan, pemerintah dinilai hanya berburu di kebun binatang.

Hal itu dikatakan oleh Peneliti Center of Industry Trade, and Investment (CITI) INDEF, Ahmad Heri Firdaus. Dia menyarankan agar pemerintah melakukan ekstensifikasi penerimaan perpajakan termasuk ekstensifikasi cukai ketimbang menaikkan tarif PPN.

"Ekstensifikasi penerimaan ini akan diperlukan hasilnya sesuai kondisi atau struktur ekonomi saat ini. Ini yang menurut saya perlu dilakukan ketimbang menaikkan PPN 15% karena kalau menaikkan PPN, single tarif, apalagi ke 15% ini kan sama saja pemerintah berburu di kebun binatang," katanya dalam webinar bertajuk 'PPN 15%, Perlukah Di Masa Pandemi?', Selasa (11/5/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini sendiri pemerintah belum menetapkan besaran kenaikan tarif PPN. Jika melihat UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN, dalam pasal 3 ayat 7 disebutkan bahwa tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Pemerintah, kata Heri, harusnya berburu di hutan liar yang dalam hal ini mendorong penerimaan dari yang sudah ada. Salah satunya dengan memperluas tax base PPN.

ADVERTISEMENT

"Jadi dicoba dulu bagaimana memperluas tax base melalui perluasan basis pajak dan sebagainya, upaya yang bersifat berkelanjutan itu harus dicoba dulu. Jadi berburunya di hutan liar dulu, kalau sudah habis baru di kebun binatang," ujarnya.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Edy Halim juga meminta pemerintah menunda rencana kenaikan PPN. Hal itu dinilai tidak tepat untuk dibahas saat ini karena masih dalam situasi sulit pandemi COVID-19.

"Kebijakan menaikkan PPN ini tidak ada yang salah, benar-benar saja. Masalahnya satu, waktunya nggak tepat, itu masalah. Dalam konstruksi teknokratik selalu ada timing di situ yang harus jadi salah satu pertimbangan," katanya.

Jika kenaikan tarif PPN benar direalisasikan dalam waktu dekat, pemerintah dinilai tidak memiliki sense of crisis. Apalagi tidak ada yang bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir.

"Dari sisi psikologis sosial, sangat tidak peka, sense of crisis-nya nggak ada. Sebaiknya dipertimbangkan untuk ditunda sementara sampai situasi penanganan pandemi bisa relatif terkendali dan kepercayaan diri masyarakat sudah mulai tumbuh, mungkin kita baru berpikir bagaimana pengenaan dan pungutan-pungutan lain. Jadi empati ini harus ada," tuturnya.

(aid/hns)

Hide Ads