Aturan Baru Menperin Disoal, Petani: Ada yang Ingin Gagalkan Swasembada Gula

Aturan Baru Menperin Disoal, Petani: Ada yang Ingin Gagalkan Swasembada Gula

Dana Aditiasari - detikFinance
Jumat, 14 Mei 2021 15:45 WIB
ilustrasi gula
Ilustrasi/Foto: thinkstock
Jakarta -

Kritik hingga desakan agar Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 Tahun 2021 direvisi kian santer disuarakan sejumlah pihak. Seruan itu deras disuarakan sejak beberapa waktu belakangan. Aturan ini dituding menghambat pasokan gula rafinasi bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Jawa Timur.

Merespons seruan tersebut, petani tebu yang tergabung dalam Asosisasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Indonesia (Aptri) memandang, ada agenda besar mengagalkan swasembada gula di balik gencarnya desakan agar Permenperin 3/2021 direvisi bahkan hingga dibatalkan.

"Kami berharap semua pihak bisa mencermati secara baik dan benar, mana pihak yang mendukung langkah penegakan hukum atas tata niaga dan mana pihak yang justru akan menghancurkan industri gula dalam negeri dan menjadikan ketergantungan pada impor," tegas Ketua DPN Aptri PTPN XI, Sunardi Edy Sukamto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penegasan Edy tentu tak berlebihan, karena memang Permen 3/2021 didesain untuk memisahkan antara produksi gula kritasl rafinasi (GKR) untuk kebutuhan industri dan gula kristal putih (GKP) berbasis tebu untuk keperluan konsumsi masyarakat. Tujuan pemisahan ini adalah untuk mendukung upaya swasembada gula nasional dengan memaksimalkan serapan tebu dari petani nasional.

"Gula rafinasi didistribusikan untuk pemenuhan kebutuhan gula industri makanan dan minuman. Kami menghormati dan menjunjung tinggi perbedaan pendapat dan respon semua pihak, namun kami juga berharap atas doa doa kita bisa terkabul dan realisasi sesuai aturan dan ditegakkannya kebenaran yang berpihak kepada rakyat dan bangsa. Sehingga tujuan kejayaan industri gula dan swasembada gula nasional bisa tercapai minimal secara berharap swasembada gula konsumsi langsung terlebih dahulu," tegas dia lagi.

ADVERTISEMENT

Pernyataan Edy diperkuat Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Secara tegas Agus mengatakan, Permenperin 3/2021 memiliki arah yang jelas yaitu untuk membuat adanya pemisahan antara gula rafinasi untuk industri dan gula tebu untuk konsumsi.

Agus mengungkap awal mula dibentuknya pabrik gula rafinasi sebelum 2010. Pembentukan pabrik gila rafinasi ini dilakukan untuk mempermudah industri makanan dan minuman (Mamin) mendapatkan bahan baku. Agus melanjutkan, kala itu kebun tebu nasional belum memadai sementara kebutuhan industri mamin terus bertumbuh.

Kondisi tersebut yang pada 2010 dijadikan dasar dalam terbentuknya pabrik gula rafinasi yang berjumlah 11 perusahaan. Dari 11 pabrik tersebut saat ini total kapasitas produksinya mencapai 5 juta ton. Pun, hingga hari ini utilisasi baru mententuh angka 65% atau terpakai produksi sekitar 3 juta ton.

"Jika tidak melakukan demarkasi (pemisahan) ini pabrik gula rafinasi tidak akan pernah optimal, begitu pula sebaliknya," terangnya.

Permenperin 3/2021, lanjut Agus, juga punya peran penting sebagai payung hukum penyediaan gula bagi industri yang secara garis besar meliputi 3 aspek. Pertama adalah untuk memastikan gula rafinasi yang sejatinya diperuntukkan bagi bahan baku industri makanan minuman tidak bocor ke pasar konsumsi.

"Lalu kedua, terkait fokus produksi," sambung dia.

Ia merinci, aturan ini memang didesain untuk menjaga fokus produksi pabrik gula nasional sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Pabrik gula rafinasi memproduksi gula kristal rafinasi (GKR) untuk melayani industri makanan, minuman dan farmasi. Sedangkan pabrik gula berbasis tebu memproduksi gula kristal putih (GKP) untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebagai upaya mencapai swasembada gula nasional.

Sederhananya, pabrik gula rafinasi tidak boleh memproduksi GKP untuk konsumsi, begitu juga pabrik gula basis tebu tidak boleh memproduksi gula industri atau GKR.

"Pabrik gula berbasis tebu, sesuai dengan ijin investasinya harus terintegrasi dengan perkebunan tebu agar lebih fokus pada penyediaan bahan baku tebu, dengan perluasan atau pengembangan perkebunan tebu serta bermitra dengan petani (bantuan pengadaan bibit, saprodi, akses thd pembiayaan, bimbingan usaha produksi tebu), sehingga akan meningkatkan produksi dan produktivitas tebu serta menguntungkan petani, yang pada akhirnya akan mempercepat upaya-upaya Pemerintah menuju swasembada gula nasional," jelas dia.

Aspek terakhir atau aspek ketiga, keberadaan Permenperin 3/2021 ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan gula konsumsi atau GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri atau GKR sebagai bahan baku atau bahan penolong industri makanan, minuman dan farmasi.

Sementara berdasarkan Keppres 57 Tahun 2004 tentang Penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan, di Indonesia, ada 2 jenis produk gula yang diproduksi dan diperdagangkan. Pertama Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri makanan, minuman dan farmasi. Kedua Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi. Penyatuan produksi kedua jenis gula tersebut belum bisa dilakukan.

Untuk industri makanan, minuman dan farmasi, termasuk IKM mamin, pabrik gula rafinasi siap mensuplai GKR untuk industri dengan mekanisme yang berlaku (sesuai Permendag 1/2019 tentang peredaran GKR), b to b, dan untuk IKM yg tidak dapat langsung membeli ke PGR karena permintaannya dalam jumlah yang kecil dapat membentuk koperasi atau dapat membeli melalui Koperasi yang sudah terdaftar dan memiliki izin untuk mendistribusikan GKR

Pernyataan Menperin dan Aptri sekaligus menjawab adanya isu miring yang menyebut Permenperin 3/2021 memicu kelangkaan gula rafinasi di Jawa Timur dan mengancam keberlangsungan industri kecil dan menengah (IKM) hingga terancam gulung tikar seperti disuarakan pelaku usaha Jawa Timur yang tergabung dalam Pesantren Enterpreneur Indonesia (APEI).

Pun, isu kelangkaan itu juga langsung terbantahkan dengan adanya temuan 15.000 ton gula rafinasi oleh satgas pangan Polda Jatim di gudang milik pabrik gula PT Kebun Tebu Mas (KTM) Lamongan.


Hide Ads