Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa mereka sedang memperluas program pengiriman kargo kilat dengan memanfaatkan roket luar angkasa.
Pemerintah AS telah menandatangani perjanjian penelitian dan pengembangan kerja sama, yang dikenal sebagai CRADA, dengan SpaceX and Exploration Architecture Corporation (XArc) untuk mempelajari konsep pemanfaatan pesawat luar angkasa sebagai moda transportasi cepat.
Melansir dari CNBC International, Senin (7/6/2021), program militer eksperimental yang diberi nama Rocket Cargo ini akan dipimpin oleh Angkatan Luar Angkasa AS. Untuk biaya penelitian pengembangan program ini, Angkatan Udara AS mengajukan anggaran untuk tahun 2022 sebesar hampir US$ 50 juta atau sekitar Rp 715 miliar (dengan kurs Rp 14.300/dolar AS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya, pengiriman roket kargo ini akan menggunakan sistem perjalanan antariksa point-to-point, di mana roket luar angkasa akan diluncurkan hingga ke orbit bumi dan kemudian kembali ke titik lokasi lain. Diharapkan, pengiriman roket kargo ini dapat memuat kapasitas seberat 30 hingga 100 ton.
Pemimpin Laboratorium Penelitian Angkatan Udara untuk program Kargo Roket Dr. Greg Spanjers, menjadikan program Sistem Pendaratan Manusia NASA di bulan sebagai standar kelayakan dari program pengiriman kargo roket ini. Dengan demikian, secara hipotesis, sistem pengiriman ini mampu membawa persediaan atau mungkin orang dari satu sisi Bumi ke sisi lain dalam waktu kurang dari satu jam.
Dr. Greg Spanjers menjelaskan bahwa pihaknya akan menjalankan penelitian dan pengembangan kerja sama dengan pihak-pihak terkait yang mampu memenuhi standar tersebut.
"Kami berbicara dengan sejumlah penyedia (perusahaan penyedia roket luar angkasa) yang kami lihat berpotensi untuk datang ke meja (banding) guna bersaing untuk kontrak ini," kata Spanjers.
Sejauh ini Spanjers menilai bahwa perusahaan milik Elon Musk, SpaceX, sebagai perusahaan penyedia pesawat luar angkasa yang paling berpotensi dalam mengembangkan program pengiriman kargo roket tersebut. Meski demikian, Spanjers mengaku bahwa selain SpaceX, masih ada banyak perusahaan yang berpotensi untuk mampu menjalankan program tersebut.
"SpaceX tentu saja yang paling terlihat, tidak diragukan lagi. (Namun) apa yang Anda coba lakukan adalah masuk ke lintasan orbit atau suborbital, menurunkan muatannya, dan mendaratkannya di planet Bumi. Ada banyak perusahaan yang memiliki kemampuan teknologi itu saat ini, bukan hanya SpaceX," jelas Spanjers.
(das/das)