Jasa pendidikan alias sekolah akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Nantinya, PPN ini akan ditanggung oleh konsumen atau pemakai jasa pendidikan.
Demikian disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo kepada detikcom, Kamis (10/6/2021).
"Konsumen (bayar)," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, rencana pemungutan PPN jasa pendidikan ini untuk mengurangi distorsi. Selama ini, orang mampu juga menikmati pembebasan pajak tersebut sehingga menjadi tidak adil.
Rencana pembebasan pajak ini tertuang dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Lanjutnya, pada praktiknya nanti bisa berlaku backward shifting. Jadi, pajak tersebut ditanggung oleh penyedia jasa dengan memberi subsidi yang didapat dari efisiensi. Dengan demikian, nominal yang dibayarkan konsumen tidak mengalami perubahan.
"Tapi secara praktik bisa yang disebut backward shifting, kalau saya punya sekolah karena kalau ada PPN jadi naik, katakanlah 10% atau 5% saya subsidi aja, saya turunkan harganya, biar bayarnya sama. Tapi kan si penjual barang atau pemberi jasa ini bisa melakukan efisiensi, dengan cara mengurangi biayanya, sehingga tidak naik harganya karena PPN ini," terangnya.
Rencana pemungutan ini bakal lebih menyasar pada sekolah yang berorientasi pada keuntungan atau profit oriented.
"Jadi profit oriented dan konsumsi oleh kelompok masyarakat mampu, lebih fair kalau dikenai PPN. Bahwa nanti tarifnya itu, itu bisa dibuat skema, kan kita punya ruang multi tarif sekarang bisa 5%, tidak 10 tidak 12, tapi 5%. Atau mungkin untuk yang kelompok lebih rendah bisa dengan nilai lain yang 1%. Saya rasa ruang itu disediakan," paparnya.
Baca juga: Siap-siap! Sekolah Juga Bakal Kena Pajak |
Tonton juga Video: PDIP-PKS-PPP soal Wacana Kenaikan PPN: Ekonomi Berat, Berimbas ke Rakyat