Pungli atau pungutan liar merajalela di jaringan transportasi barang lewat angkutan truk. Bahkan, kasus pungli di pelabuhan Tanjung Priok sempat jadi atensi Presiden Joko Widodo.
Jokowi sampai harus menelepon langsung Polri untuk menyelidiki dan memberantas pungli di Tanjung Priok. Lalu, apabila pungli merajalela, siapa yang harus mengeluarkan uang untuk memenuhinya?
Menurut Ketua Umum asosiasi pengusaha angkutan truk Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) Kyatmaja Lookman pungli biasanya ditanggung oleh sopir. Namun, ada beberapa hal yang tetap harus ditanggung pengusaha juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang ada yang pengusaha, ada yang sopir. Kalau ada anak kecil naik ke dalam truk dan menodongkan sajam dan minta uang jelas itu ya pengemudi yang nanggung," ungkap Kyatmaja dalam acara d'Rooftalk detikcom.
Namun apabila ada kerusakan yang terjadi pada truk akibat dari praktik palak memalak dan pungli maka pengusaha juga yang rugi. Dia bercerita pernah melihat kasus adanya perusakan aki truk oleh oknum pemalak, kerugian aki itu menurutnya harus ditanggung pengusaha.
"Ketika aki dicopot mobil masih nyala, dilempar ke bawah mobil, di jalan orang lain ambil aki tersebut. Masalah kayak gitu kan nggak mungkin pengemudi yang bayar. Nilai kerugian itu beragam, ada dampak kecil besar," kata Kyatmaja.
Meski pungli di lapangan lebih banyak ditanggung oleh sopir truk, pengusaha juga merasa terbebani. Pasalnya, dengan adanya pungli para sopir meminta kenaikan ongkos jalan, kalau ongkos naik dampaknya ke harga pengiriman konsumen.
Namun, menurutnya saat ini konsumen jelas tidak akan mau menggunakan jasa pengiriman barang yang mahal, apalagi saat pandemi. Demi tetap mendapatkan pelanggan setia, maka tarif pengiriman tidak naik, otomatis pengusaha rugi juga.
"Ketika uang jalan diminta naik, kita tagih ke langganan. Nah kalau ngga mau, kita juga yang nanggung kan. Dilematis kita juga," kata Kyatmaja.