Rupiah Melemah
Bhima menyebut kurs rupiah bergerak melemah 1,72% terhadap dolar AS dalam sepekan terakhir merespon naiknya kasus COVID-19 pasca Lebaran.
Pelemahan kurs menurutnya menjadi indikasi bahwa pemulihan ekonomi Indonesia berisiko terganggu sehingga pelaku usaha maupun investor pesimis ekonomi tumbuh 8% pada kuartal ke II seperti yang sebelumnya diproyeksikan pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kurs rupiah diperkirakan bergerak ke level 14.400-14.600 dalam dua pekan ke depan apabila pengendalian wabah masih sulit dilakukan. Rupiah juga tertekan imbas sinyal the Fed untuk lakukan normalisasi kebijakan moneter (tapering off), meskipun waktu tepatnya belum diketahui," jelas Bhima.
Rendy juga menyebut kurs rupiah terganggu akibat lonjakan kasus positif COVID-19 di Indonesia. Sebab, jika IHSG melemah, dan aliran modal keluar tidak dibendung oleh pemangku kepentingan maka rupiah akan terkena imbasnya.
"Katakanlah dari sisi moneter tidak ada intervensi di pasar valas misalnya ya, ini justru berpeluang juga untuk mendepresiasi nilai tukar rupiah kita, dan sebenarnya kalau kita lihat di awal tahun lalu ketika pandemi baru-baru terjadi itu kan sempat rupiah terdepresiasi sampai Rp 17 ribu," ujarnya.
Tapi jika melihat situasi di tahun lalu, di mana Bank Indonesia (BI) dalam hal ini mengeluarkan intervensi terhadap nilai tukar, secara bertahap rupiah mengalami apresiasi kembali.
"Tetapi kalau kita ingat itu terjadi dalam waktu yang relatif tidak singkat karena kita tahu pasarnya kan tentu juga harus melakukan penyesuaian, sehingga waktunya juga tidak sebentar. Jadi kalau menurut saya akan ada dampaknya, tetapi akan seberapa dampaknya ke kurs itu akan juga tergantung dari bagaimana intervensinya," ujar Rendy.
Bagaimana dengan Emas?
Bhima menyebut harga emas melemah cukup dalam, yakni -5,17% dalam tempo seminggu terakhir. Tetapi itu lebih dipengaruhi oleh arah kebijakan Fed dibanding kabar ledakan kasus COVID-19 di Indonesia.
Sedangkan Rendy menilai emas menjadi salah satu instrumen yang cukup liquid dan relatif stabil di tengah kondisi lonjakan COVID-19.
"Dugaan saya kemungkinan kalau seandainya kondisinya berubah secara drastis tentu akan ada pelaku pasar yang memilih instrumen-instrumen seperti emas. Nah ketika seandainya pelaku pasarnya masuk ke instrumen emas, saya kira ini juga kemudian secara hukum ekonomi tentu akan menggerek harga emas lebih tinggi dibandingkan sebelumnya," tambahnya.
(toy/eds)