Ketua Golkar Jatim, M. Sarmuji berharap kehadiran Agung Firman dapat menjelaskan cara menyusun APBD yang berkualitas dan mengawasi pelaksanaan belanja. Bukan hanya untuk mencegah terjadinya penyimpangan, namun juga agar APBD bisa mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
"Setiap rupiah APBD harus berkorelasi secara langsung bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu APBD harus disusun dengan baik dan diawasi dengan benar pelaksanaanya agar tepat tujuan," ujar Sarmuji dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/6/2021).
Sementara itu, Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna mengapresiasi pelaksanaan Rakornis yang digelar DPD Partai Golkar Jatim. Menurutnya kegiatan ini penting demi membangun sinergi antara anggota DPRD dengan perwakilan BPK. Dengan begitu bisa mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan dan akuntabel.
"Acara ini memang sangat patut diapresiasi oleh kita semua. Kita harapkan agar setelah ini mendapatkan manfaat dengan membangun sinergi dan kolaborasi antara anggota dprd dengan BPK perwakilan Jawa Timur sehingga tata kelola keuangan daerah menjadi lebih transparan, akuntabel, efektif. efisien dan dapat menjadi penggerak utama dalam mewujudkan masyarakat Jawa Timur yang sejahtera," kata Agung.
Agung mengungkapkan secara umum akuntabilitas keuangan daerah sepanjang tahun 2020 cukup baik, sehingga seluruh pemerintah kabupaten dan provinsi mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI, kecuali Kabupaten Jember yang mendapatkan Opini tidak wajar. Opini WTP ini disebutnya menjadi pijakan pemerintah daerah serta anggota DPR dalam menyusun kebijakan tahun berikutnya.
Baca juga: Haji 2021 Batal, Dana Jamaah Dipastikan Aman |
Kendati demikian, Agung juga menyoroti rendahnya belanja modal di banyak daerah di Jawa Timur, terutama APBD Provinsi Jawa Timur. Padahal dia menilai besarnya belanja modal menjadi salah satu indikator baiknya kualitas APBD.
"Semakin besar belanja modal semakin menunjukkan bahwa pembangunan berjalan dan kualitas pelayanan publiknya bagus," terangnya.
Selain itu, Agung juga menyoroti besarnya belanja bantuan sosial (bansos). Dia menyebut apabila angka belanja bantuan sosial terlalu tinggi dapat menurunkan kualitas belanja sekaligus memicu potensi penyimpangan yang besar.
"Belanja bansos dalam situasi darurat sekarang memang diperlukan, tetapi sebenarnya dari sisi kualitasnya rendah dan risiko keuangan sangat tinggi. Dalam situasi normal harusnya proporsinya tidak boleh besar dalam APBD," pungkasnya.
(mul/hns)