RI Diminta Lockdown Seperti China Biar Ekonomi To The Moon Lagi

RI Diminta Lockdown Seperti China Biar Ekonomi To The Moon Lagi

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 21 Jun 2021 12:08 WIB
Pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2021 diramal tembus 7%. BI menyebut hal ini karena pemulihan di sektor pendukung turut mendorong ekonomi nasional.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Usulan Jakarta lockdown makin hangat diperbincangkan. Ekonom bahkan meminta pemerintah segera melakukan lockdown demi menyelamatkan perekonomian.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, lockdown memang berdampak sangat buruk ke perekonomian. Namun, menurutnya sekali lockdown dilakukan secara efektif dan teratur ekonomi Indonesia akan tumbuh solid.

Sejauh ini tanpa lockdown memang ekonomi meningkat, ditandai dengan kepercayaan konsumen yang pulih. Namun, bukan tidak mungkin kepercayaan konsumen untuk belanja kembali anjlok bila melihat lonjakan kasus COVID-19 akhir-akhir ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekali lockdown efektif maka ekonomi akan tumbuh solid, tidak semu seperti sekarang. Seakan tingkat kepercayaan konsumen naik, tapi setelah ledakan kasus COVID-19 berisiko turun lagi. Kita jangan sampai mengulang lagi di titik nol," ungkap Bhima kepada detikcom, Senin (21/6/2021).

Ekonomi jelas akan terkontraksi bila lockdown diberlakukan. Bhima menjelaskan bila mengambil pengalaman dari China, kontraksi ekonomi hanya berjalan sebentar, usai lockdown ekonomi bergairah kembali.

ADVERTISEMENT

Dia menjabarkan, di negeri tirai bambu, saat lockdown dilakukan awal tahun lalu, ekonomi China di kuartal I-2020 anjlok dan minus 6,8%. Namun, kuartal berikutnya ekonominya melesat dan tumbuh positif ke 3,2%.

"Kita tidak boleh ragu menyelamatkan kesehatan sebagai prioritas karena yang diuntungkan adalah ekonomi juga," kata Bhima.

Menurutnya, dari sisi anggaran pemerintah mampu menutup 'kerugian' yang terjadi karena lockdown. Apalagi, defisit anggaran sudah diperlebar demi menangani COVID-19. Yang perlu dilakukan adalah memfokuskan semua ke belanja kesehatan dan perlindungan sosial.

"Pemerintah setop dulu semua belanja infrastruktur, perlu ada realokasi ekstrem selama masa lockdown. Belanja-belanja yang sifatnya tidak urgen seperti belanja perjalanan dinas work from Bali itu batalkan segera," kata Bhima.

Pemerintah diminta dengar masukan epidemiolog soal lockdown. Cek halaman berikutnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menyatakan sudah saatnya pemerintah mendengar lebih banyak masukan dari pakar kesehatan atau epidemiologi soal kebijakan lockdown ini. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan solusi terbaik untuk menekan penyebaran wabah, di sisi lain dampak ekonomi bisa dicari solusinya.

Bila memang lockdown mau diberlakukan, yang terpenting menurutnya adalah kebijakan jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli masyarakat. Khususnya, yang menengah ke bawah.

"Bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan UMKM perlu dipastikan kecukupan ketersediaannya dan juga distribusinya," ungkap Faisal.

Secara makro, menjabarkan kondisi ekonomi kuartal II hingga bulan ini kemungkinan akan di rentang positif, melihat perkembangan konsumsi yang memang terjadi sejak awal tahun. Dia memprediksi Indonesia akan keluar dari resesi.

Namun, bila lockdown dilakukan sekarang, kemungkinan ekonomi kuartal III, tepatnya di bulan Juli-September yang akan terdampak dan kembali berada di zona negatif pertumbuhannya.

Nah bila pemberlakuan lockdown di kuartal III ternyata efektif dan bisa menekan laju kasus penularan COVID-19, di kuartal IV Indonesia akan tumbuh positif ekonominya.

"Tapi andaikan kemudian sebagai hasil dari lockdown pertambahan kasus penularan COVID bisa ditekan. Artinya kebijakan lockdown selama kuartal III efektif. Bisa jadi di kuartal IV sudah bisa kembali positif lagi, tak ada resesi lagi," papar Faisal.


Hide Ads