Usulan Jakarta lockdown makin hangat diperbincangkan. Ekonom bahkan meminta pemerintah segera melakukan lockdown demi menyelamatkan perekonomian.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, lockdown memang berdampak sangat buruk ke perekonomian. Namun, menurutnya sekali lockdown dilakukan secara efektif dan teratur ekonomi Indonesia akan tumbuh solid.
Sejauh ini tanpa lockdown memang ekonomi meningkat, ditandai dengan kepercayaan konsumen yang pulih. Namun, bukan tidak mungkin kepercayaan konsumen untuk belanja kembali anjlok bila melihat lonjakan kasus COVID-19 akhir-akhir ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekali lockdown efektif maka ekonomi akan tumbuh solid, tidak semu seperti sekarang. Seakan tingkat kepercayaan konsumen naik, tapi setelah ledakan kasus COVID-19 berisiko turun lagi. Kita jangan sampai mengulang lagi di titik nol," ungkap Bhima kepada detikcom, Senin (21/6/2021).
Ekonomi jelas akan terkontraksi bila lockdown diberlakukan. Bhima menjelaskan bila mengambil pengalaman dari China, kontraksi ekonomi hanya berjalan sebentar, usai lockdown ekonomi bergairah kembali.
Dia menjabarkan, di negeri tirai bambu, saat lockdown dilakukan awal tahun lalu, ekonomi China di kuartal I-2020 anjlok dan minus 6,8%. Namun, kuartal berikutnya ekonominya melesat dan tumbuh positif ke 3,2%.
"Kita tidak boleh ragu menyelamatkan kesehatan sebagai prioritas karena yang diuntungkan adalah ekonomi juga," kata Bhima.
Menurutnya, dari sisi anggaran pemerintah mampu menutup 'kerugian' yang terjadi karena lockdown. Apalagi, defisit anggaran sudah diperlebar demi menangani COVID-19. Yang perlu dilakukan adalah memfokuskan semua ke belanja kesehatan dan perlindungan sosial.
"Pemerintah setop dulu semua belanja infrastruktur, perlu ada realokasi ekstrem selama masa lockdown. Belanja-belanja yang sifatnya tidak urgen seperti belanja perjalanan dinas work from Bali itu batalkan segera," kata Bhima.
Pemerintah diminta dengar masukan epidemiolog soal lockdown. Cek halaman berikutnya.