Kalau Jakarta Lockdown, Pengamat Sebut Pemulihan Ekonomi RI bakal Stuck

Kalau Jakarta Lockdown, Pengamat Sebut Pemulihan Ekonomi RI bakal Stuck

Siti Farimah - detikFinance
Senin, 21 Jun 2021 12:30 WIB
Sebanyak 80 warga yang bermukim di RT 03 RW 03 Cilangkap, Jakarta Timur, terkonfirmasi positif COVID-19. Gang jalan di permukiman tersebut di-lockdown sementara.
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Isu Jakarta lockdown tengah jadi perbincangan karena situasi COVID-19 yang semakin menggila. Beberapa ekonom melihat hal tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang khususnya pada kuartal III-2021 mendatang.

Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan mengatakan, kontribusi pertumbuhan ekonomi paling banyak dihasilkan dari tingkat konsumsi rumah tangga. Jika lockdown diberlakukan, maka ada kemungkinan pada kuartal III-2021 ekonomi akan kembali minus.

"Kalo ada lockdown proses pemulihan ekonomi akan terhenti dan momentumnya akan hilang. Karena harusnya triwulan kedua kita sudah positif, karena kemarin kan baru minus 0,74 persen di triwulan pertama, dampak lockdown itu akan sebulan dua bulan ke depan, ya nanti triwulan ketiga kita takut kembali minus, seperti rollercoaster menurut saya, dan itu berbahaya dari sisi stabilitas pertumbuhan ekonomi," kata Fajar kepada detikcom, Senin (21/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, setelah melihat kondisi lonjakan COVID-19 di Ibukota, dia menilai, bahwa pembatasan mobilitas diperlukan dengan catatan berfokus pada penerapan PPKM Mikro seperti pada awal tahun 2021.

"Tapi prediksi saya seharusnya pemerintah sudah tahu bagaimana caranya mengantisipasi lonjakan yang begitu tinggi, kita pernah mengalami di akhir tahun 2020. Konsistensi kebijakan itu harga mati bagi penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi. Karena kalau tidak satu padu dan tidak apik justru malah jadi boomerang bagi pemulihan ekonomi kita," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"DKI Jakarta memang sudah cukup berbahaya, peningkatannya tinggi dan mudah-mudahan ini bisa menjadi concern dari sisi kesehatannya, karena ternyata kapasitas pemerintah sepertinya masih belum banyak belajar. Bisa dibilang 65 persen setuju dilakukan lagi (lockdown) tapi harus cepat rebound pemulihan ekonomi," kata Fajar.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pada kuartal II-2021 masih diprediksi ekonomi tumbuh positif di angka 4-5 persen. Namun jika benar diberlakukan lockdown pada Juli 2021, maka ekonomi akan kembali terkontraksi.

"Kalau kemudian diberlakukan lockdown katakanlah awal Juli, triwulan ketiga ke arah negatif lagi. Ekonomi bisa jatuh, kontraksi, negatif. Tapi ketika sukses, ekonomi bisa tumbuh positif lagi. Sebaliknya kalau seandainya lockdown tidak sukses menekan pandemi, artinya masih terus meningkat, bisa jadi menekan ekonominya lebih lama, kembali ke positifnya lebih lama," kata Faisal.

Kebijakan Jakarta lockdown menurtunya tak bisa hanya mempertimbangkan dari sisi ekonom saja, namun perlu melibatkan ahli kesehatan dalam hal ini pakar epidemiologi agar dapat ditemukan solusi yang tepat. "Jadi ini tidak hitam putih, skala mikro atau makro. Mana upaya yang paling bagus supaya pandemi bisa ditekan, tapi ekonominya tidak terlalu anjlok. Tidak terlalu banyak tergerus, jadi harus banyak melihat dari dua sisi itu," pungkasnya,

(zlf/zlf)

Hide Ads