Terkait hilirisasi, ia mengusulkan tiga hal yaitu industrialisasi berbasis beras, lifestyle berbasis beras, dan mengembangkan branding beras berbasis kearifan lokal. Industrialisasi berbasis beras tidak hanya mendorong produktivitas dan kualitas produk, tapi juga akan meningkatkan nilai tambah dan valuasi yang besar bagi petani.
"Ini mensyaratkan ekosistem dan ini yang harus kita bangun dengan didukung Kawasan Ekonomi Khusus beras agar manajemen stabilitas supply and demand bisa terjaga secara optimal," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dengan lifestyle berbasis beras, Rachmat menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap daerah mempunyai budaya yang dekat atau kental dengan beras. Dalam adat perkawinan bahkan kematian, sejak dulu budaya masyarakat selalu saling memberi dengan hadiah beras.
"Ini perlu kita tumbuhkan lagi dengan produk corak atau gaya hidup yang lebih kekinian dan bergengsi," katanya.
Kembali menghidupkan beras lokal, menurut Rachmat, tidak kalah penting karena setiap daerah mempunyai beras unggulan dan kebanggaan masing-masing. Misalnya, Sumatera Barat dengan beras Solok, Jawa Barat dengan beras Pandan Wangi, Jawa Tengah dengan beras Rojo Lele.
"Melalui program hilirisasi beras yang diusung Bulog, pihak-pihak terkait perlu mendukung branding beras lokal agar bisa tampil dengan berkualitas, modern untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, sambil mengangkat kembali kebanggaan pada daerah masing-masing," katanya.
(ara/ara)