Meski banyak desakan untuk menerapkan lockdown, Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Salah hal yang jadi pertimbangannya adalah faktor ekonomi.
Apa jadinya jika ternyata PPKM Mikro gagal?
Menurut Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda ada dua hal yang menjadi alasan utama ekonomi anjlok di masa Pandemi COVID-19. Pertama terbatasnya mobilitas hingga membuat masyarakat menahan konsumsi dan menumpuk uang di bank.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua pendapatan masyarakat menurun. Penyebabnya di antaranya badai PHK, banyak pelaku usaha yang tutup, dan lain sebagainya. Akibatnya pendapatan menurun.
Berdasarkan dua penyebab itu menurut Huda opsi lockdown merupakan pilihan yang tepat. Sebab virus COVID-19 yang menjadi akar utama permasalahan harus dituntaskan terlebih dahulu.
"Jika pemerintah memilih PPKM Mikro yang ditebalkan, artinya pemerintah bukan menjaga momentum ekonomi tapi ada alasan lainnya. Toh kalau mau menjaga momentum ekonomi ya selesaikan pandemi secara tuntas. Saya pikir alasan biaya lockdown yang tidak disanggupi oleh pemerintah. Ketika terjadi lonjakan kasus seperti saat ini, ya ekonomi tambah jeblok. Target pertumbuhan ekonomi 7% dari Presiden Jokowi cuman jadi mimpi belaka," tuturnya saat dihubungi detikcom, Kamis (24/6/2021).
Selain itu menurutnya jika PPKM Mikro gagal mengatasi pandemi maka efeknya akan jauh lebih besar dan berkepanjangan ketimbang lockdown.
Huda juga memprediksi badai PHK akan kembali berlanjut jika pandemi COVID-19 tak kunjung selesai. Sebab PHK massal penyebabnya bukan kebijakan pengetatan sosial tapi karena pandemi itu sendiri.
"Penyebab utama dari PHK ya pemerintah tidak dapat menangani pandemi dengan benar. Pandemi tinggi masih buka wisata lah, ada kerja dari Bali lah, jadi kayak semacam mengkambinghitamkan PSBB. Mau PPKM Mikro pun juga banyak usaha yang tutup, ancaman PHK juga masih terjadi. Coba kalo di awal lockdown total. Industri masih bisa bertahan sekarang, badai PHK nggak terjadi," ucapnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak Video: PPKM Mikro Masih Jadi Pilihan, DPR Minta Penerapannya Dipertegas
Sementara Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi mengatakan, jika dilihat dari pengalaman sebelumnya memang negara-negara yang menerapkan lockdown mengalami kontraksi yang lebih dalam. Namun ketika berhasil menangani pandemi ekonominya kembali bergeliat.
"Jangan dilupakan juga bahwa ada juga negara yang juga menerapkan lockdown, tetapi berhasil tumbuh lebih stabil dibandingkan Indonesia, salah satunya Vietnam. Apalagi kalau kita lihat slope kenaikan yang sejauh ini sudah jauh lebih tinggi dibandingkan first wave, sehingga seharusnya pendekatan kebijakannya berbeda dengan sebelumnya," tuturnya.
Seharusnya pemerintah juga mendengarkan pada ahli epidemiologi yang skeptis terhadap kebijakan PPKM Mikro. Artinya kemungkinan besar kebijakan itu tidak ampuh meredam penyebaran virus Corona.
Lalu jika PPKM Mikro gagal menurut Yusuf akan ada beberapa dampaknya ke ekonomi. Pertama proses pemulihan ekonomi berpotensi terganggu, para pelaku usaha akan menahan laju produksi karena potensi penurunan permintaan dari masyarakat.
"Akibatnya beberapa indikator utama perekonomian seperti misalnya PMI, Indeks Kepercayaan Konsumen, dan Indeks Penjualan Riil berpeluang akan kembali melambat atau bahkan lebih buruk kembali ke level kontraksi," terangnya.
Kedua, dengan kenaikan kasus COVID-19 berarti persepsi resiko mengalami peningkatan. Dengan begitu akan muncul efek lainnya di pasar keuangan seperti keluarnya arus modal asing, dengan begitu maka potensi imbal hasil utang akan meningkat.
(das/ara)