Menanggapi harga yang kian melonjak, pada pekan lalu pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengatakan, bahwa ekonomi negaranya membaik tahun ini tetapi tetap menyerukan langkah-langkah untuk mengatasi situasi pangan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona dan topan tahun lalu. Media pemerintah melaporkan bahwa pihaknya akan memproduksi dan mendistribusikan pangan berupa biji-bijian kepada masyarakat.
Selain adanya lonjakan harga komoditas, fluktuasi pun terjadi pada nilai tukar mata uang. Daily NK, sebuah situs web berbasis di Seoul telah melacak beberapa indikator yang terjadi di Korea Utara selama bertahun-tahun. Pada Selasa (22/6) lalu, won Korea Utara telah melonjak 15-20% terhadap dolar AS dan renminbi China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perubahan tersebut tampaknya sebagian didorong oleh organisasi dan individu Korea Utara yang menjual dolar dan yuan mereka dengan harapan dimulainya kembali perdagangan China-Korea Utara yang tidak terwujud.
"Setelah bertahun-tahun relatif stabil, gejolak harga dan nilai tukar internal dalam beberapa hari terakhir mengancam untuk meningkatkan tingkat keputusasaan rakyat dan dapat membuat pembukaan kembali perdagangan dengan China lebih sulit," ujar sebuah sumber dikutip dari 38 North, media AS.
Kembali ke Peter Ward, bahwa dia mengatakan, kondisi pangan di luar negeri saat ini jauh lebih buruk. Bahkan, menurutnya, jika kondisi tersebut berlanjut maka dikhawatirkan akan terjadi krisis kelaparan.
"Dari apa yang bisa kita pelajari melalui Asia Press dan Daily NK, situasi pangan di luar beberapa kota besar sangat buruk. Jika tren ini berlanjut, kita harus mulai khawatir tentang kelaparan dan bahkan kelaparan di antara yang termiskin di Korea Utara," tutupnya.
(fdl/fdl)