Bukan Lockdown atau PPKM Mikro, Ini yang Diinginkan Pengusaha

Bukan Lockdown atau PPKM Mikro, Ini yang Diinginkan Pengusaha

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 25 Jun 2021 17:01 WIB
Pemprov DKI kembali memperpanjang PPKM Mikro hingga 31 Mei 2021. Hal ini dilakukan unt8uk mengantisipasi lonjakan kasus aktif COVID-19 usai Lebaran.
Ilustrasi/Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Siasat kebijakan untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 beberapa waktu lalu menjadi polemik. Banyak kalangan masyarakat yang menginginkan pemerintah menerapkan lockdown.

Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.

Jokowi beberapa hari lalu mengatakan, salah satu pertimbangan pemerintah memilih PPKM Mikro adalah faktor ekonomi. Nah pengusaha sebagai pelaku ekonomi apakah benar menginginkan PPKM Mikro?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, sebagai pengusaha dia tidak akan memilih lockdown ataupun PPKM Mikro. Menurutnya yang dibutuhkan saat ini adalah vaksinasi yang cepat.

"Lebih penting vaksin, lockdown pun sebenarnya nggak akan efektif, yang jadi masalah kan virusnya. Pembatasan iya satu hal, tapi kan kalau nggak diselesaikan (virusnya) kan repot," ucapnya saat dihubungi detikcom, Jumat (25/6/2021).

ADVERTISEMENT

Baik lockdown maupun PPKM Mikro di mata Hariyadi hanya upaya pembatasan dan pencegahan penularan saja. Sementara yang sebenarnya dibutuhkan adalah herd immunity dengan cara vaksinasi agar pandemi selesai.

Pemerintah diharapkan bisa melakukan vaksinasi sejalan dengan penyebaran virus Corona yang sangat cepat. Sementara kenyataannya sebaliknya.

"Ini terjadi karena vaksinasinya terlambat, nggak bisa mengikuti laju penularan. Kan kita tahu masyarakat kita memang bandel, mereka mau nggak mau juga harus tetap cari nafkah. Nah yang mereka itu harusnya ditargetkan dulu untuk divaksin. Targetkan dulu populasi yang sulit mengikuti prokes," tuturnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Pengusaha, lanjutnya, sudah berupaya membantu pemerintah melalui vaksin gotong royong. Tapi ternyata pengadaannya tidak bisa mengikuti permintaan. Pengusaha sendiri berkomitmen membeli 20 juta dosis vaksin namun yang baru dikirim baru 485 ribu dosis.

"Kita belinya lewat Biofarma, dikoordinasikan di Biofarma. Ya kalau dikasih jalur sendiri kan bisa lebih cepat. Kalau dibuka kesempatannya pasti akan dicarikan jalan," tuturnya.

Hariyadi menilai Indonesia sebenarnya mirip dengan Amerika Serikat (AS). Masyarakatnya sama-sama banyak yang masih bandel, tidak mau mengikuti saran pemerintah dan protokol kesehatan.

Namun AS sudah melakukan distribusi vaksin yang merata. Sebagai gambaran, jika di Indonesia masyarakat yang mencari-cari tempat vaksin dan menunggu giliran, di AS justru masyarakatnya yang dicari-cari sama vaksinatornya.

Oleh karena itu, menurutnya jika pemerintah masih terus menerapkan kebijakan pengetatan saja tanpa melakukan vaksinasi yang merata akan tetap percuma. Pandemi COVID-19 menurutnya akan berlangsung lama.

"Jadi ya kalau cuma begini-begini terus ya nggak selesai. Terus yang disalahin libur panjang mulu, masyarakat mulu yang salah. Ya memang masyarakat salah, tapi yang memang sudah bandel mau gimana lagi. Sama saja kaya orang Amerika bandelnya. Apalagi kalau di Indonesia kawasan padat penduduk mau diapain? Justru itu harus jadi target divaksin secara masif," tutupnya.


Hide Ads