Pengusaha, lanjutnya, sudah berupaya membantu pemerintah melalui vaksin gotong royong. Tapi ternyata pengadaannya tidak bisa mengikuti permintaan. Pengusaha sendiri berkomitmen membeli 20 juta dosis vaksin namun yang baru dikirim baru 485 ribu dosis.
"Kita belinya lewat Biofarma, dikoordinasikan di Biofarma. Ya kalau dikasih jalur sendiri kan bisa lebih cepat. Kalau dibuka kesempatannya pasti akan dicarikan jalan," tuturnya.
Hariyadi menilai Indonesia sebenarnya mirip dengan Amerika Serikat (AS). Masyarakatnya sama-sama banyak yang masih bandel, tidak mau mengikuti saran pemerintah dan protokol kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun AS sudah melakukan distribusi vaksin yang merata. Sebagai gambaran, jika di Indonesia masyarakat yang mencari-cari tempat vaksin dan menunggu giliran, di AS justru masyarakatnya yang dicari-cari sama vaksinatornya.
Oleh karena itu, menurutnya jika pemerintah masih terus menerapkan kebijakan pengetatan saja tanpa melakukan vaksinasi yang merata akan tetap percuma. Pandemi COVID-19 menurutnya akan berlangsung lama.
"Jadi ya kalau cuma begini-begini terus ya nggak selesai. Terus yang disalahin libur panjang mulu, masyarakat mulu yang salah. Ya memang masyarakat salah, tapi yang memang sudah bandel mau gimana lagi. Sama saja kaya orang Amerika bandelnya. Apalagi kalau di Indonesia kawasan padat penduduk mau diapain? Justru itu harus jadi target divaksin secara masif," tutupnya.
(das/ara)