3. Venezuela
Venezuela merupakan negeri yang kaya minyak dan pernah meraup banyak uang dari minyak saat harganya tinggi. Namun saat harga minyak turun negara ini kehilangan pemasukan hingga tak mampu membayar utang.
Itu terjadi pada 2017 yang membuat Venezuela masuk dalam krisis ekonomi. Saat itu Pemerintah Venezuela berencana meminta penundaan pembayaran utang kepada krediturnya, lewat refinancing atau restrukturisasi utang-utangnya.
Penundaan pembayaran utang ini akan dilakukan, setelah perusahaan minyak milik pemerintah Venezuela, yaitu PDVSA, membayar utangnya US$ 1,2 miliar atau Rp 16,2 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah utang Venezuela saat ini adalah US$ 150 miliar, atau sekitar Rp 2.025 triliun. Kondisi Venezuela saat ini memang tengah susah dan sulit untuk membayar utang.
Menurut data yang ada, dari utang Venezuela US$ 150 miliar, sebesar US$ 45 miliar adalah utang publik, lalu US$ 45 miliar utang milik PDVSA, sebesar US$ 23 miliar adalah utang dari China, dan US$ 8 miliar adalah utang dari Rusia.
4. Ekuador
Ekuador merupakan negara terkecil yang tergabung dalam organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) dengan kapasitas produksi minyak mentah mencapai 167.400 barel/hari. Negara asal Amerika Selatan ini keluar dari OPEC dikarenakan adanya masalah fiskal yang terjadi di negara tersebut.
Permasalahan fiskal ini bermula ketika Ekuador mengalami defisit karena jatuhnya harga minyak, yang membuat negara ini mulai memiliki banyak utang.
Ekonomi Ekuador mulai anjlok ketika harga minyak jatuh di tahun 2014 silam. Dengan anjloknya harga minyak, penerimaan negara menjadi berkurang dan menyebabkan defisit fiskal yang parah.
Guna menutupi defisit fiskal tersebut, pemerintah Ekuador mulai berutang di sana-sini. Utang domestik jangka pendek, penarikan cadangan bank sentral hingga penempatan utang luar negeri dengan biaya yang sangat tinggi dilakukannya. Sejak 2014-2017 utang Ekuador naik signifikan hingga melebihi batas aman 40% dari total PDB.
Ekuador telah mencapai kesepakatan pembiayaan sebesar US$ 4,2 miliar dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Negara itu juga akan menerima pinjaman US$ 6 miliar dari lembaga multilateral termasuk Bank Dunia, Bank Pembangunan Antar-Amerika, dan bank pembangunan Andes CAF.
5. Zimbabwe
Di 2008 menjadi tahun terburuk bagi Zimbabwe. Negara ini mengalami krisis dan menderita hiperinflasi. Saat itu Zimbabwe juga menanggung utang mencapai US$ 4,5 miliar atau Rp 64,8 triliun.
Zimbabwe menciptakan rekor inflasi tertinggi di dunia. Jika negara-negara lain sudah ribut dengan inflasi dua digit, Zimbabwe harus dihadapkan dengan kenyataan angka inflasi hingga 11,250 juta persen pada Juni 2008.
Zimbabwe melakukan langkah pemangkasan nilai uang untuk mengatasi perekonomian mereka yang semakin terpuruk itu. Tidak tanggung-tanggung, 10 miliar dolar Zimbabwe dipotong nilainya menjadi hanya 1 dolar Zimbabwe.
(aid/zlf)