Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik keras kebijakan vaksinasi berbayar tersebut. Menurutnya, hal tersebut merupakan tindakan biadab karena membiarkan BUMN berbisnis.
"Rakyat disuruh gotong royong, untuk mempercepat herd immunity, BUMN dibiarkan berbisnis, ini kan biadab. Apalagi kata paling pantas untuk itu," katanya kepada detikcom.
Dia pun menuturkan, pasokan vaksin saat ini sangat terbatas. Sementara, banyak orang membutuhkan vaksin tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Vaksin ini pasokannya terbatas, kalau seluruh rakyat Indonesia sudah divaksin oleh pemerintah secara gratis, ada yang vaksinasi 3 kali ya silakan barulah, barulah bisa ditangani secara bisnis," katanya.
Lanjutnya, kegiatan vaksinasi perlu dipercepat dengan menambah tempat pelayanan vaksin. Ia sendiri tak sepakat jika vaksinasi berbayar ini disebut sebagai cara untuk mempercepat vaksinasi.
"Tidak benar, kalau ingin mempercepat jelas kok, diintegrasikan ayo sehingga outlet-outlet vaksinasi semakin banyak dan semakin mudah dijangkau. Ini namanya bukan gotong royong, kalau gotong royong orang kaya membantu orang miskin, orang miskinnya nggak punya uang, dia gotong royong tenaga. Jadi gotong royong pun dikorupsi," paparnya.
Selain itu, Faisal juga bilang, vaksinasi ini akan melukai perasaan masyarakat yang tidak mampu. Sebab, orang kaya bisa mendapat vaksin lebih cepat. Padahal, vaksinasi seharusnya diberikan berdasarkan prioritas.
"Misal saya orang kaya, nggak mau antre, saya ke Kimia Farma deh, kan vaksinasi ini dibagikan dengan prioritas, prioritas itu berdasarkan risiko. Kalau Kimia Farma nggak, siapa yang bisa bayar dia yang dapat. Teriris nggak hati rakyat yang nggak punya uang," ujarnya.
"Bansos aja Juli, Agustus cuma Rp 300 ribu per keluarga per bulan, nggak sanggup mereka bayar vaksin itu," ungkapnya
-----------
YLKI Angkat Bicara
Senada dengan Faisal Basri, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan program vaksinasi berbayar tidak etis dan harus ditolak. Apalagi itu dilakukan di tengah pandemi COVID-19.
"Vaksin berbayar itu tidak etis di tengah pandemi yang sedang mengganas. Oleh karena itu, vaksin berbayar harus ditolak," katanya dalam keterangan tertulis.
Kebijakan itu dinilai hanya akan membuat masyarakat bingung dan malas untuk melakukan vaksinasi COVID-19.
"Yang digratiskan saja masih banyak yang malas (tidak mau), apalagi vaksin berbayar dan juga membingungkan masyarakat, mengapa ada vaksin berbayar dan ada vaksin gratis. Dari sisi komunikasi publik sangat jelek," tuturnya.
Vaksin berbayar juga dinilai bisa menimbulkan ketidakpercayaan kepada masyarakat. Bisa saja orang jadi berpandangan bahwa yang berbayar kualitasnya lebih baik dan yang gratis lebih buruk.
"Di banyak negara justru masyarakat yang mau divaksinasi COVID-19 diberikan hadiah oleh pemerintahnya. Ini dengan maksud agar makin banyak warga negaranya yang mau divaksin, bukan malah disuruh membayar," imbuhnya.
"Oleh karena itu, YLKI mendesak agar VGR (vaksin berbayar) untuk kategori individu dibatalkan. Kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual," tambahnya.
(acd/fdl)