Obral Rumah Mewah-Moge, Bukti Orang Kaya Nggak Kebal Pandemi?

Obral Rumah Mewah-Moge, Bukti Orang Kaya Nggak Kebal Pandemi?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 14 Jul 2021 17:05 WIB
Coin stacks sitting in front of bar graph. Selective focus. Horizontal composition with copy space. Stock market and finance concept.
Foto: Getty Images/iStockphoto/MicroStockHub
Jakarta -

Orang kaya banyak menjual aset mewahnya di tengah pandemi. Mulai dari rumah dan apartemen mewah, hingga motor gede alias moge. Salah satu alasan obral barang mewah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan.

Lalu, apakah fenomena ini membuktikan kalau orang kaya pun tidak kebal dengan pandemi?

Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, fenomena ini tidak bisa dilihat secara luas, dia menilai hal ini terjadi hanya kepada segelintir orang kaya saja. Tapi, dia tak memungkiri masih banyak juga orang kaya saat ini kekurangan uang untuk memenuhi kebutuhannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memang ini terjadi tapi nggak bisa dilihat secara makro, sebagian orang saja mungkin. Bisa jadi dia butuh cash ya dijual. Fenomena ini nggak bisa digeneralisir, tapi harus dilihat secara mikro," ungkap Josua ketika dihubungi detikcom, Rabu (14/7/2021).

Bila dilihat secara umum, menurutnya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia memang turun, bahkan sampai harus turun kelas jadi negara berpenghasilan menengah ke bawah. Hal itu menyiratkan bahwa penghasilan semua golongan, baik orang kaya dan miskin berkurang.

ADVERTISEMENT

Josua menilai saat ini yang harus dilakukan orang kaya hanya tinggal mengelola keuangan yang lebih baik agar dapat bertahan.

"Tentu kan dilihat secara umum pendapatan per kapita kan memang turun, klasifikasi WB aja turun. Artinya ya semua secara umum pendapatan turun, kelas menengah atas pasti kena dampaknya juga. Tinggal bagaimana pengelolaan keuangannya saja bagaimana," kata Josua.

Dia menilai bisa jadi orang-orang kaya yang menjual aset mewah dari rumah sampai moge adalah pengusaha menengah dan sedang. Pengusaha-pengusaha seperti ini sedang berjuang mempertahankan usahanya dan memenuhi kebutuhannya.

"Kalau menurut saya bisa jadi ini pengusaha menengah dan sedang, ownernya ini karena pandemi ini kita hadapi belum selesai akhirnya ya jual aset-aset mewah itu untuk meringankan beban," ujar Josua.

Sementara itu, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat ini muncul yang namanya fenomena divergensi di kelas menengah atas. Di satu sisi ada orang kaya yang hartanya terus bertambah, di sisi lain ada juga yang hartanya terus berkurang dan terancam turun kelas.

Orang-orang ini adalah pengusaha atau pebisnis yang masuk di sektor-sektor yang melemah karena pandemi. Perusahaan atau usahanya pun mengalami kinerja yang buruk dan berdampak ke penghasilan orang itu sendiri. Contoh mudahnya, sektor properti, retail, ataupun pusat perbelanjaan.

"Di satu sisi jumlah orang kaya di Indonesia bertambah selama pandemi. Tapi ada juga orang kaya yang turun kelas," kata Bhima kepada detikcom.

Menurut Bhima, saat ini orang-orang tersebut lebih baik memiliki uang secara cash ataupun instrumen investasi yang menguntungkan. Maka dari itu, untuk mengurangi beban, ada baiknya aset-aset yang kurang menghasilkan dijual.

"Untuk orang kaya yang berada di sektor yang salah ini, salah satu cara untuk bisa selamat adalah dengan pegang cash, kalau investasi pun ke instrumen yang benar-benar beri untung lebih tinggi," ungkap Bhima.




(hal/das)

Hide Ads