Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik kebijakan 'gas rem' pemerintah dalam mengendalikan COVID-19. Sejalan dengan itu, Faisal juga menyinggung Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai menteri yang paling sibuk di dunia.
Faisal mulanya menilai, kebijakan gas rem tak sesuai dengan prinsip dasar yang disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Seperti dikatakan Direktur Jenderal WHO, itu tidak basic, itu melanggar dari prinsip dasar, nyawa manusia nomor satu," katanya dalam acara diskusi online Indef, Jumat (16/7/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kebijakan gas rem ialah kesalahan pemerintah sejak awal. Sebab, terlalu mengutamakan ekonomi.
Faisal Basri pun menyoroti banyaknya menteri ekonomi dalam Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN). Hal itu membuat suara untuk bidang kesehatan tidak terdengar. Ia pun kemudian menyinggung Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
"Jadi suara kesehatan itu tidak terdengar, apalagi kalau Pak Luhut sudah ngomong semua diam, 'diam kau'. Cuma mau mendengarkan masukan yang dia mau, ya bagaimana," katanya.
"Panglima perang adalah orang yang paling sibuk dunia, saya rasa di dunia Pak Luhut paling sibuk, semua diurus, luar negeri, dalam negeri, pariwisata, tambang semua dia urus dan itulah pemimpin kita yang sudah kehabisan waktu menjadi pemimpin kita," katanya.
Dengan demikian, menurut Faisal, masalah tidak bisa diserap dengan baik. Baginya, sehebat apapun orang di sekeliling Luhut, manusia tetap punya kapasitas.
"Jadi please gas rem, gas rem itu mencerminkan tidak ada rencana, trial and error. Tadi saya tunjukkan semakin nggak karuan menangani COVID tercermin dari recovery ekonomi yang terbata-bata. Semakin tegas pembatasan sosial, semakin efektif pembatasan sosial, semakin cepat ekonomi pulih dengan kecepatan yang tinggi," ujar Faisal Basri.
Faisal Basri soroti pekerja China. Berlanjut ke halaman berikutnya.