Begini Pahitnya Dampak dari PPKM Darurat

Begini Pahitnya Dampak dari PPKM Darurat

Ignacio Geordi Osvaldo - detikFinance
Senin, 19 Jul 2021 15:55 WIB
Sejumlah teknisi perbaikan HP di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jaktim, menawarkan jasanya di pinggir jalan. Hal ini karena mereka tidak bisa bayar sewa kios.
Foto: Siti Fatimah
Jakarta -

Hingga saat ini pemerintah masih terus mengevaluasi kebijakan PPKM Darurat, di mana evaluasi tersebut dapat menentukan apakah PPKM Darurat akan diperpanjang atau tidak. Sementara sejauh ini masyarakat telah merasakan 'pahitnya' dampak PPKM, terlebih di sejumlah sektor ekonomi.

Selama PPKM Darurat berlangsung, sejumlah aktivitas warga telah dibatasi, terlebih pada aktivitas ekonomi. Tentu hal ini memberikan dampak yang cukup besar terhadap sejumlah sektor perekonomian yang ada.

Lantas, sejauh ini apa saja dampak dari PPKM Darurat?

1. Tutupnya Pusat-pusat Perbelanjaan

Bila dilihat, sejauh ini PPKM darurat telah membuat pasar maupun pusat-pusat perbelanjaan tutup. Akibatnya, sejumlah sektor perdagangan mengalami dampak yang cukup serius.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini nampak seperti pada kasus sejumlah pedagang ponsel tumpah di depan Mal Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur. Sejumlah penjual dan teknisi perbaikan ponsel ini terpaksa membuka lapaknya lantaran mal tersebut tutup sementara selama PPKM Darurat.

Salah satu teknisi perbaikan handphone mengatakan, dirinya tetap harus membayar sewa dan listrik meski mal tutup sementara. Teknisi yang tak ingin disebutkan namanya itu memiliki biaya sewa mencapai Rp 11 juta per tahun untuk dua toko yang ditempatinya dan biaya listrik sekitar Rp 4,8 juta.

ADVERTISEMENT

Di satu sisi, akibat PPKM Darurat kondisi mal atau pusat perbelanjaan semakin memburuk. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia ( APPBI ) Alphonzus Widjaja mengatakan, para pelaku usaha sudah tak memiliki dana cadangan karena terkuras habis selama tahun 2020 yang mana digunakan hanya sebatas upaya bertahan saja.

"Pendapatan pusat perbelanjaan merosot tajam. Pusat Perbelanjaan harus banyak membantu para penyewa untuk memberikan kebijakan dalam hal biaya sewa dan service charge dikarenakan mayoritas para penyewa tidak bisa beroperasi selama pemberlakuan PPKM Darurat," jelas Alphonzus kepada detikcom, Kamis (15/7/2021).

Padahal kewajibannya kepada pemerintah tetap harus dipenuhi. Pusat perbelanjaan masih harus tetap membayar berbagai pungutan dan pajak atau retribusi yang dibebankan oleh pemerintah meskipun tutup atau beroperasi terbatas.

2. Bangkrutnya Para Pedagang Pasar

Tidak hanya itu, dampak PPKM Darurat dinilai sangat terasa di kalangan pedagang pasar tradisional. Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengungkapkan, periode PPKM Darurat kali ini mencatat rekor di mana banyak pedagang yang bangkrut dan menjual asetnya untuk membayar utang.

"Bukannya ada (pedagang yang bangkrut) banyak banget. Itu teman yang grosir di Cipulir, Tanah Abang sudah beberapa yang menjual asetnya dan pulang kampung untuk bayar utang daripada dia nggak bayar. Utang kan dibawa mati, lebih baik dia jual asetnya murah yang penting bisa bayar utang terus pulang kampung. Banyak yang terjadi itu," kata Ngadiran saat dihubungi detikcom, Senin (19/7/2021).

Dia mengatakan, di masa PPKM Darurat pasar tradisional buka sampai pukul 13.00 WIB dan yang diperbolehkan membuka lapaknya hanya pedagang bahan makanan dan obat-obatan saja. Tak sedikit, pihaknya mencatat pedagang kecil seperti mainan, aksesoris, pakaian yang tutup sementara.

3. Sulitnya Kondisi Hotel dan Restoran

Hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang menerima pukulan paling besar dari penerapan kebijakan PPKM Darurat. Mereka pun berharap kebijakan ini dikaji kembali jika ingin diperpanjang.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, kondisi industri hotel dan restoran sudah sangat berat. Meskipun untuk restoran masih terbantu dengan adanya penjualan online.

"Berat, berat, berat, memang kalau yang makanan minuman masih terbantu dengan penjualan online. Tapi kan masyarakat tidak bisa beli online terus, karena pendapatannya terbatas. Jadi kebanyakan masyarakat juga masak, makanya lebih lakunya bumbu, kan nggak mungkin setiap hari beli makanan online," ucapnya saat dihubungi detikcom, Minggu (18/7/2021).

Untuk hotel sendiri, dia mengatakan kondisinya sudah drop. Bayangkan beberapa hotel saat ini okupansi atau tingkat keterisian hotelnya sudah di bawah 10%.

"Kalau hotel sekarang drop, hotel itu banyak daerah yang okupansinya sudah single digit, sudah di bawah 10%, seperti di solo itu sudah di bawah 10%," ucapnya.

Dengan okupansi yang begitu rendah, mereka sudah hampir tidak bisa bertahan. Jika PPKM Darurat diperpanjang, menurut Hariyadi bakalan ada hotel yang tutup operasional. Sebab mereka masih harus mengeluarkan berbagai biaya operasional.

4. Jatuhnya Omzet Pedagang Kuliner

Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (Apkulindo) menyatakan keberatannya jika PPKM diperpanjang lantaran kondisi para pelaku usaha kuliner yang semakin berat dan terbebani.

"Walau PPKM ini bagus buat menekan penyebaran Covid tapi buat kami berat banget. Kemarin setelah lebaran Idul Fitri, jualan sudah mulai naik namun ini kembali ada aturan PPKM Darurat, sehingga omzet terjun payung lagi," tegasnya Minggu (18/7/2021).

Namun, jika PPKM Darurat akan diperpanjang, para pengusaha kuliner menginginkan agar pemerintah bisa memberlakukan pelonggaran kebijakan terutama bagi mereka pedagang kuliner kaki lima yang harus berjualan di waktu sore dan malam hari.

"Saya berharap di aturan PPKM selanjutnya diperbolehkan Dine in walau dengan pembatasan jumlah. Buat pedagang yang berjualan di sore dan malam hari diharapkan bisa dikasih kelonggaran jam buka", tambahnya.

(eds/eds)

Hide Ads