Pengusaha farmasi buka suara soal kelangkaan obat yang terjadi di tengah lonjakan kasus COVID-19. Selama kasus terus meningkat belakangan ini, obat-obatan juga dilaporkan mulai berkurang stoknya dan mengalami kelangkaan.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Andreas Bayu Aji menjelaskan kelangkaan yang terjadi murni karena masalah pasokan dan permintaan. Ketersediaan obat-obatan tidak dapat memenuhi permintaan yang melonjak secara tiba-tiba.
Andreas mengatakan selama beberapa waktu terakhir permintaan obat naik hingga lima kali lipat sejak bulan Juni. Namun sayangnya, stok obat nasional diakui memang kurang siap menghadapi lonjakan permintaan yang terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait obat, bukan hilang, ini masalah supply dan demand. Kita ini tidak pernah bisa memprediksi ada peningkatan hampir lima kali kalau menurut data di kami. Jadi ketika di awal Juni COVID-19 itu meningkat, otomatis peningkatan obat meningkat dan kita tidak siap," papar Andreas dalam konferensi pers virtual Apindo-Kadin, Rabu (21/7/2021).
"Jadi itu masalah supply dan demand sehingga ada yang bilang hilang, padahal memang supply-nya aja nggak siap," tuturnya.
Saat ini, pihaknya pun sudah mulai bergerak mengatasi masalah kekurangan stok obat. Dia bilang kapasitas produksi pabrik farmasi mulai digenjot, bahkan beroperasi 24 jam dalam 3 shift.
"Sekarang apa yang dilakukan oleh anggota kami di GP Farmasi Indonesia? Sudah satu dua minggu terakhir ini kita berupaya meningkatkan kapasitas produksi. Beberapa pabrik bahkan sudah 3 shift, 24 jam bekerja, kita genjot. Beberapa perusahaan farmasi, produsen obat, sudah berupaya itu," ungkap Andreas.
Lihat video 'Larangan Keras BPOM soal Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19':
Pada 2-3 minggu ke depan obat tak langka lagi. Cek halaman berikutnya.