Harga emas diramal mengalami penurunan seiring dengan membaiknya ekonomi Amerika Serikat (AS). Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengungkapkan ada beberapa indikasi teknikal yang mempengaruhi harga emas.
Ibrahim mengungkapkan ada beberapa prediksi yang menyebut harga emas bisa berada di bawah level US$ 1.600 per troy ounce, salah satunya karena adanya kisruh bank sentral di negara bagian AS yang mengeluarkan pernyataan terkait suku bunga.
Satuan troy ounce setara dengan 31,1 gram, jika per troy ounce US$ 1.600 maka sekitar Rp 22,8 juta (kurs Rp 14.300). Maka harga per gramnya bisa sekitar Rp 738 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi bank sentral AS belum mengeluarkan pernyataan soal suku bunga, sejak kemarin masih dovish melihat kondisi ekonomi. Lalu bank sentral Inggris yang juga berencana menaikkan suku bunga tapi nyatanya malah menahan. Ini menyebabkan kegaduhan, sehingga membuat harga emas turun," jelas dia saat dihubungi detikcom, Jumat (13/8/2021).
Dia menyebutkan, harga emas saat ini memang sudah berada di level terendah yakni US$ 1.740 tapi diproyeksi bisa kembali ke level US$ 1.880an. Penyebabnya adalah pada minggu ini pemerintah AS akan meloloskan rencana dana infrastruktur yang sudah disahkan oleh senat dan dibawa ke parlemen.
Nah jika dana infrastruktur ini berjalan mulus akan memberikan sentimen positif dan akan mempengaruhi harga emas dunia. "Kondisi ini akan memberikan sentimen positif harga emas dunia ke level di atas US$ 1.900," jelas dia.
Sebelumnya Analis Komoditas Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengungkapkan penurunan harga emas ini terjadi karena respon laporan ketenagakerjaan AS yang semakin baik.
Harga emas dan dolar AS ini saling terkait. Jika dolar AS menguat terhadap mata uang lain, maka harga emas akan turun.
"Aksi jual yang terjadi pada Senin kemungkinan dipicu oleh pasar Asia yang membeli dolar AS dan menjual emas sebagai respon laporan ketenagakerjaan periode Juli," kata dia.
Pada Jumat lalu, Biro Statistik Tenaga Kerja AS menyebutkan nonfarm payrolls mengalami peningkatan menjadi 943.000 pada Juli. Angka ini lebih tinggi dibanding perkiraan yang hanya 845.000 pekerjaan baru.
"Logam mulia ini akan sulit bullish," ujarnya. Apalagi kebijakan moneter AS yang lebih hawkish.
(kil/ara)