Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) telah memblokir 2.453 produk dan jasa pencetakan kartu vaksin. Hal itu dilakukan untuk mencegah kebocoran data pribadi masyarakat yang telah melakukan vaksinasi COVID-19.
Pencetakan kartu vaksin itu berisiko kebocoran data pribadi masyarakat, karena masyarakat diminta memberikan tautan untuk membuka sertifikat vaksinasi COVID-19. Di mana itu berisi data Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau informasi pribadi lainnya.
"Oleh karena penyerahan tautan pesan singkat kepada pelaku usaha pencetak kartu sudah vaksin Covid-19 akan berisiko terhadap perlindungan data pribadi konsumen," tegas Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Veri Anggrijono.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, risiko kebocoran data pribadi dalam pencetakan kartu vaksin COVID-19 berisiko disalahgunakan. Potensinya bisa digunakan untuk pemalsuan identitas, dari KTP palsu hingga digunakan untuk penipuan pinjaman online (pinjol).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sertifikat bocor ya NIK kita bocor, kalau NIK kan lengkap ada tanggal lahir, alamat, pekerjaan sebagaimana ada di KTP. Dan ini bisa digunakan kejahatan lainnya seperti pembuatan KTP palsu, yang bisa dipakai buka rekening bank, penipuan pinjol atau kejahatan siber lainnya," kata dia kepada detikcom, Sabtu (14/8/2021).
Berangkat dari adanya jasa cetak kartu vaksin, menurutnya bisa saja akan ada pembuatan sertifikat vaksin palsu. Mengingat sekarang ini sertifikat vaksin COVID-19 menjadi syarat akses untuk berbagai fasilitas umum dari mall, penerbangan hingga transportasi darat.
"Kalau sebelumnya trend adalah hasil swab antigen atau swab PCR palsu, ke depan akan ramai penggunaan sertifikat vaksin palsu karena dipakai sebagai akses untuk bermacam kegiatan, masuk mall, penerbangan, dan lainnya," lanjutnya.
Dia pun mengimbau masyarakat untuk waspada agar sertifikat vaksin COVID-19 tidak digunakan oleh orang lain. Untuk itu, dia menyarankan agar masyarakat jangan melakukan pencetakan sertifikat vaksin.
"Kalau cuma dilihat saja, baik cetak atau versi digital, itu masih tidak apa-apa. Tapi kalau sertifikat vaksin diminta, disimpan di aplikasi atau kita cetak ke pihak lain, potensi data bocor dan disalahgunakan besar," imbuhnya.
Ia menilai kebijakan soal sertifikat vaksin yang digunakan untuk akses banyak fasilitas umum, dinilai mendadak. Hingga pemerintah juga kurang adanya sosialisasi bagaimana cara penggunaan sertifikat vaksin COVID-19.
"Ada yang cukup scan lewat Aplikasi PeduliLindungi, ada yang harus cetak dan ada yang versi digital dari sertifikat vaksin," pungkasnya.
Mengenai harga ada di halaman berikutnya
Simak Video "Video Kemenkes: 10% Partisipan Uji Klinis Vaksin TBC Bill Gates dari RI"
[Gambas:Video 20detik]