Presiden Joko Widodo dalam pidato RAPBN 2022 di DPR menyampaikan pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan 8,5% - 9%.
Kemudian tingkat pengangguran terbuka 5,5%-6,3%. Gini rasio 0,376 sampai 0,378, indeks pembangunan manusia (IPM) 73,41 sampai 73,46, nilai tukar petani ditargetkan antara 103 sampai 105 dan nilai tukar nelayan antara 104 - 106.
Menanggapi hal tersebut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengungkapkan di tengah kondisi seperti saat ini target kemiskinan tersebut dinilai akan sulit tercapai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Eko, seharusnya pemerintah bisa mengalokasikan dana bantuan sosial (bansos) yang lebih besar untuk masyarakat.
"Kemiskinan saat ini 10%, ditargetkan 8,5%-9% kemungkinan dugaan saya masih agak sulit tahun depan. Tapi kalau mau optimis distribusi bansos tahun depan cukup besar alokasinya dan harus tepat sasaran agar daya beli masyarakat tetap baik," kata dia dalam diskusi virtual, Selasa (17/8/2021).
Eko mengungkapkan hal ini juga terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tergantung pada investasi, konsumsi dan ekspor.
Dalam pidatonya Jokowi menyampaikan tingkat kemiskinan di kisaran 8,5-9%, dengan penekanan pada penurunan kemiskinan ekstrem. Tingkat ketimpangan, rasio gini di kisaran 0,376-0,378, serta indeks pembangunan manusia di kisaran 73,41-73,46.
Untuk mencapai sasaran tersebut, kata Jokowi, diperlukan peningkatan pendapatan negara pada 2022 menjadi sebesar Rp 1.840,7 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.506,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 333,2 triliun.
"Mobilisasi pendapatan negara dilakukan dalam bentuk optimalisasi penerimaan pajak maupun reformasi pengelolaan PNBP," tuturnya.
(kil/zlf)