Irfan menyatakan kebijakan pembatasan yang dilakukan baik di dalam negeri dan internasional membuat penerbangan Garuda terpukul hebat. Dia mengaku hal ini sudah berada di luar kendali perusahaan.
"Kami tidak bisa menafikan tantangan di luar kendali perseroan, pertama perkembangan kondisi COVID dan kebijakan terkait pembatasan pergerakan di dalam negeri, ini jelas memukul kami," kata Irfan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di luar negeri, menurutnya, beberapa negara juga melakukan pembatasan kunjungan. Bahkan ada juga yang melarang maskapai Indonesia untuk masuk, hal ini pun ikut memukul Garuda. Di sektor perjalanan internasional menurutnya larangan haji dan umrah paling berpengaruh.
"Beberapa di antaranya yang melarang adalah kunjungan populer. Kunjungan populer untuk keagamaan, misalnya umrah atau haji yang ditiadakan," papar Irfan.
Untuk tetap terbang, Garuda pun mencari cara lain, salah satunya adalah memaksimalkan penerbangan charter. Mulai dari penerbangan untuk repatriasi WNI/WNA, ataupun penerbangan untuk pengantaran alat medis, untuk pengadaan vaksin misalnya.
Tercatat penerbangan charter Garuda bila dibandingkan secara tahunan mengalami peningkatan di tahun 2019 hanya 620 penerbangan, di 2020 mencapai 1.764 penerbangan.
"Kami banggakan sepanjang 2020 strategi fokus ke charter dengan tingkatkan penawaran kita untuk penerbangan repatriasi dan penerbangan charter alkes terbukti menolong kami," ungkap Irfan.
Di sisi lain, Garuda juga memaksimalkan layanan kargo. Meski jumlahnya secara tahunan turun namun tingkat keterisian sekali terbang meningkat.
Bila di tahun 2019 jumlah kargo mencapai 335,8 K-Ton di tahun 2020 hanya 235,4 K-Ton. Sedangkan tingkat keterisian atau cargo load factor mencapai 51,7% di tahun 2020, dibandingkan 2019 hanya 40,9%.
"Jumlah kargo di kuartal IV-2020 lebih tinggi dari kuartal pertama 2020, kami benar-benar fokus ke kargo," kata Irfan.
(hal/ara)